Tahapan Inseminasi

Ini adalah salah satu ikhtiar saya dan Pak MJ untuk mendapatkan momongan karena sudah empat tahun kami kosong dan saya belum pernah hamil sama sekali. Pada kondisi ini, jujur kami dalam kondisi yang sangat galau, mengingat usia sudah berkepala tiga. Sempat bolak-balik ganti dokter untuk mendapatkan opini yang nyaman di hati dan nggak membuat stress. 

Sebenarnya insem ini nggak kami rencanakan sebelumnya. Masih ingat cerita saya yang ini kan ya? Jadi, waktu itu saya dan Pak MJ mengambil hasil tes progesteron sekalian konsul ke dokter baru. Sebelumnya kami memang sepakat kalau hasil tesnya turun lagi, langsung ke klinik morula (sebelumnya konsul ke dsog biasa). Nah, saat itu hasil progesteron saya turun dari 0,57 menjadi 0,25. Langsung deh, Senin saya telepon ke RS Bunda Depok untuk konsul ke dr. Dian Indah Purnama, Sp.OG, salah satu dokter yang ada di bagian morula (saya singkat DD saja, ya).

Saya cerita dari awal konsul saja ya. Oia, yang diceritakan di sini tindakan yang saya alami di RS Bunda Depok. Ingat, kondisi tiap pasien dan biaya tiap RS berbeda lho ya..

#Senin, 22 Sept

Saya dan Pak MJ ketemu DD pertama kali. Setelah saya cerita kronologisnya dan bertanya mengapa kok progesteron saya turun terus, DD menjawab karena saya PCO. Orang yang terkena PCO biasanya siklus haidnya nggak lancar sehingga saat pengambilan hormon bisa saja itu pas lagi nggak subur atau nggak siklusnya. Lebih baik, tes progesteron diambil 7 hari sebelum haid. Nah lo, kalau PCO kan nggak bisa diprediksi kapan haidnya kan, maka pengambilan hormonnya diambil hari ke-21 dihitung saat mens pertama. Itu yang saya tangkap dari penjelasan DD, kurlebnya mohon maaf.

Kemudian saya di USG Transvagina. Dari hasil USG tersebut, ternyata DD melihat adanya sel telur yang bagus. Beliau nggak bilang berapa diameternya sih. Lalu saya dan Pak MJ diberi pilihan, mau pembuahan alami atau inseminasi? Kalau pembuahan alami, kemungkinan kami diberi obat profertil dan metformin (lagi) dengan dosis yang lebih tinggi dari sebelumnya. Kebetulan, saat itu kami memilih inseminasi. Maka dibuatlah jadwal insem yakni :

  • Selasa, 23 Sept : suntik ovidrel
  • Kamis, 25 Sept : suntik insem bawa fotocopy KTP dan surat nikah

Tahapan sebelum insem itu ternyata ada suntik ovidrel. Suntik ini untuk 'memecahkan' sel telur. Susternya menyarankan lebih baik membayar obat ovidrel saat itu juga agar besok sudah siap semua, tinggal suntik, nggak usah beli dan antri obat lagi. Kami oke-in saja saran susternya.

Oia hampir lupa, malam itu juga kami disarankan DD untuk berhubungan sebab sel telurnya bagus dan setelah suntik ovidrel tidak boleh berhubungan sampai suntik insem dilakukan.

Biaya

  • Biaya dokter 200rb
  • Tindakan USG 50rb
  • Alat Ultrasonograph 228rb
  • Kondom sutra 1400
  • Biaya RS 25rb
  • Ovidrel 765rb
  • Pastik 600

#Selasa, 23 Sept

Datang ke RS jam 21.30 langsung ke ruang bidan dan menunggu di sana. Jam 10an lebih saya baru dipanggil dan disuntik ovidrel. Suntiknya di bawah pusar, rasanya perih sedikit. Mengapa suntiknya malam? Karena insemnya pagi jadi mengejar waktu yang pas soalnya masa hidup sel telur sekitar 48 jam setelah ovulasi.  

Biaya

Nggak bayar karena sudah dibayar sehari sebelumnya.

#Kamis, 25 Sept

Pagi jam 7.30 kami tiba di RS, mendaftar lalu mengisi form pengambilan sperma dan persetujuan. Fotocopy KTP dan surat nikah dikumpulkan saat itu juga. Nah, ada sedikit drama nih waktu Pak MJ mengisi kapan terakhir mengeluarkan sperma. Ceritanya begini :

Senin atas saran DD kami berhubungan. Lalu Selasa-Rabu off, persiapan suntik insem. Rabu malam karena panas banget, saya menyalakan AC sebelum tidur. Ternyata oh ternyata Pak MJ 'basah' padahal beliau nggak mimpi lho. Alasannya sih kedinginan, jadi keluar deh *huhu*. Deg-degan karena perawatnya juga kaget mengetahui ini. Akhirnya di form tersebut PakMJ diminta susternya menulis 3 hari untuk pengeluaran sperma terakhir, dihitung dari hubungan terakhir. Setelah menunggu satu jam, Pak MJ diambil spermanya lalu dicuci dan dipilih yang bagus. Alhamdulillah, jumlah sperma Pak MJ masih bagus sekitar 8jutaan. Kalau jumlah spermanya sejuta atau kurang, nah itu yang nggak bisa disuntikkan ke ibu. Setelah menunggu dua jam lamanya, sayapun dipanggil untuk suntik insem. Untungnya saya membawa buku dan makanan, jadi bisa menghabiskan waktu untuk membaca dan ngemil.

Deg, sedikit takut sih. Sebelumnya saya disuruh untuk menahan kencing karena kandung kemih akan menekan rahim sehingga memudahkan mendeteksi rahim di monitor. Saya disuruh berbaring dengan kedua paha terbuka (posisi litotomi) kemudian area bawah pusar diberi cairan. Suster meletakkan alat sambil sedikit ditekan untuk melihat rahim. Karena rahimnya belum kelihatan, saya disuruh minum lalu ditunggu setengah jam sampai saya kebelet pipis banget. Sebenarnya sih nggak perlu selama ini ya menunggunya. Berhubung DD sedang ada pasien partus normal, maka beliau menangani pasien tersebut. Setelah partus selesai, DD datang beserta suster.

Saya mulai agak takut dan mencoba rileks. Enaknya nih, di ruang tersebut distel musik instrumental yang lagunya bikin rileks dan tenang, lumayan membantu lho ini. Setelah melihat mrs.V, ternyata saya keputihan dan ada calon polip. Haduuuhh tambah takut kan. Akhirnya keputihan saya dibersihkan dulu dan calon polipnya dicabut. Rasanya nggak sakit sama sekali, beneran!!

Setelah menunggu darah hilang, mulailah saya disuntik insem. Saya disuruh rileks dan ambil nafas. Alhamdulillah nggak sakit sama sekali dan prosesnya cepat sekitar 10-15 menit saja. Setelah itu saya disuruh tetap dalam posisi litotomi sekitar 15 menit lalu bayar ke kasir dan menebus obat.

Saya diberi resep cygest dan fetavita. Obat cygest untuk penguat rahim, biasanya dimasukkan melalui anus sedangkan fetavita itu vitamin untuk ibu hamil. Ternyata stok cygest di farmasi RS habis, kemudian saya disuruh menunggu konfirmasi atau beli obat di luar. Daripada ribet, saya memilih konfirmasi. Setelah telepon DD, apoteker memberi obat utrogestan sebagai pengganti cygest. Fungsinya sama, untuk menguatkan rahim juga, bisa diminum atau dimasukkan melalui mrs.V. Kata apotekernya, lebih baik dimasukkan ke mrs.V untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Setelah memasukkan utrogestan, baiknya istirahat dan diam selama 1 jam. Nah, untuk hal ini saya memasukkan obat tersebut sebelum tidur siang dan tidur malam, agar maksimal hasilnya. Saya mendapat resep utrogestan sebanyak 30 kapsul yang dipakai 2xsehari dan fetavita 15 kapsul yang diminum 1xsehari.

Biaya

Insem : 2juta sudah termasuk biaya cuci sperma
Biaya RS :25rb
Utrogestan 30 kapsul : 570rb
Fetavita 15 kapsul : 151.500

Hasil insem bisa diketahui 16 hari kemudian. Jadi tanggal 11 Oktober kalau saya masih belum mens, disuruh tes pack. Kalo mens sebelum 11 Oktober, berarti insem gagal. Yah, saat ini merupakan waktu yang sangat sangat mendebarkan buat saya dan Pak MJ. Setelah inseminasi, saya berdoa dan menunggu sampai Oktober nanti.

Oia, setelah insem, malam itu juga boleh lho langsung berhubungan. Sebaiknya dilakukan secara rutin karena pas subur-suburnya, banyak vitamin yang masuk. Si ibu juga dapat beraktivitas seperti biasa kok, asal jangan terlalu capek dan hindari stress. Hanya doa dan kebesaran Tuhanlah, apa yang kami harapkan dapat menjadi kenyataan. Sekali lagi, saya mohon doanya ya teman-teman ^_^


Update : untuk hasil inseminasi sudah saya tulis di sini, ya. 




Usaha untuk Hamil

Saya sudah menikah selama empat tahun tapi belum juga dikaruniai momongan. Tahun pertama usia pernikahan, saya masih santai dan selalu ngeles jika suami mengajak ke dokter kandungan. Omongan orang sekitar dan faktor usia sempat membuat saya stress. Akhirnya saya dan suami memulai petualangan agar saya bisa hamil.

PCO oh PCO

Ini merupakan kelanjutan cerita saya untuk mendapatkan momongan.

Mendadak Inseminasi

Sudah tahu kan kronologi saya yang belum mempunyai keturunan?

Pengobatan Alternatif

Pengobatan alternatif sampai saat ini masih banyak peminatnya di masyarakat, termasuk saya kala itu *hihi*.  Kepercayaan masyarakat terhadap pengobatan alternatif semakin tinggi dengan semakin tinggi pula biaya pengobatan di rumah sakit. Berawal dari menonton acara Hitam Putih, saya tahu sosok Eyang Agung (EA). Acara di salah satu stasiun televisi tersebut mengatakan bahwa pengobatan EA sudah ada izin dari Dinkes, tambah semangat dong untuk mencari tahu tentang EA. Apalagi saya yang kala itu takut ketemu dokter lagi.

Seperti biasa, saya googling dulu kalau mencari tahu sesuatu. Dari informasi yang saya dapat, EA buka praktik hari Senin-Sabtu (hari libur tutup), beralamat di Jl. Suka Damai Raya No.27A, Sarua Indah, Ciputat, Tangerang Selatan. Yup, saya dan Pak MJ memutuskan untuk ke EA setiap Sabtu.

Kala itu, masih di tahun 2012 saya dan Pak MJ setiap Sabtu, habis subuh, langsung pergi ke EA. Berbekal google map, kami menyusuri jalan yang lumayan jauh. Begitu sampai di gang Suka Damai, ada rumah yang tampak berbeda dengan rumah yang lain, itulah rumah EA. Tapi praktiknya nggak di situ, tapi di pendoponya, masih sekitar 200 meter dari rumah EA. 

Saya nggak nyangka kalau pasien EA buanyak buanget, bahkan orangg-orang bermobilpun banyak yang antre. Untuk pasien yang pertama kali berobat cukup membayar uang pendaftaran sekitar lima ribu atau sepuluh ribu ya *lupa* dan mendapatkan sebuah buku semacam absensi. Setelah itu, untuk pengobatan selanjutnya, nggak usah bayar pendaftaran, cukup mengumpulkan buku absensi. 

Alamaaaaak saya saat itu mendapat antrian nomor 300an *dueng*, kapan pulangnya nih, mana macet dan panas lagi nanti kalau pulang. Saya dan Pak MJ ikut mengantre bersama pasien lain. Tempat praktiknya lumayan luas, bisa untuk parkir mobil dan motor. Suasananya asri karena banyak pohon dan yang pasti alunan campur sari yang dinyanyikan sendiri oleh EA. Di situ ada tiga bangunan yakni pendopo, sasono husodo, dan rumah istirahat. Pendopo banyak digunakan pasien untuk beristirahat dan membaca atau makan ketika menunggu antrean. 

Setelah antre beberapa lama ada speaker pemanggil nama-nama pasien untuk masuk ke dalam, kira-kira sekali panggil ada sekitar dua puluh pasien yang masuk dan diterapi oleh EA langsung. Di sasono husodo, pasien antre lagi untuk diterapi. Begitu giliran saya, EA dengan tenaga prananya mendeteksi penyakit setelah saya ceritakan keluhan saya. Pasien yang diterapi cuma dipijit-pijit meski pijitan ringan dan terlihat sepele, tapi sakit juga lho. Dalam menerapi pasien, EA suka bercanda dan bernyanyi campur sari, jauh dari mimik serius. Katanya sih rahim saya bagus cuma banyak gas di lambung dan ginjal. Pantesan, saya sering kentut. Eh beneran lho, saya itu gampang banget kentut *buka aib*. Setelah diterapi, pasien boleh antre pijat atau langsung pulang. Pemijatnya ada dua, karyawan laki-laki EA. Kalau nggak kesiangan, saya dan Pak MJ biasanya minta dipijat kakinya. Setelah itu, pasien boleh membayar atau enggak. Jadi, EA nggak mewajibkan pasiennya bayar. Jika mampu, silakan mengisi kotak yang tersedia toh katanya uang tersebut juga digunakan kembali untuk membantu masyarakat sekitarnya.

Setelah sesi terapi dan pijat, biasanya pasien disarankan untuk membeli 'obat'. Obatnya ini bagi saya aneh yakni berupa bubuk rasa kopi, madu, dan serbuk jahe. Jujur saja, bagi saya harga 'obat'nya mahal. Dan, saya kurang merasakan efeknya. Hanya, Pak MJ yang katanya habis minum bubuk rasa kopi tersebut, merasakan adanya efek 'depan'. Jadi ya kalau minum 'obat' rasanya jadi perkasa *hehe*. Wah, tahu hal ini terjadi malah kami takut ada apa-apa. Akhirnya kami memutuskan istirahat dulu dari EA. Selain efek 'depan', hal lain yang membuat kami istirahat yaitu jauh dan macet. Bayangkan, kami berangkat setelah subuh dan pulang sampai rumah sekitar jam 11. Belum lagi macet di Pamulang dan Sawangan, panas, dan laper. Kami benar-benar nggak kuat. Ya Alloh, usaha kami untuk mendapatkan momongan seru sekali. Meski terkadang lelah, kami menikmati semua proses tersebut. 

Setelah beberapa bulan, kami iseng ke EA lagi. Dari buku absensi, EA tahu kalau kami sudah jarang datang. Sempat mendapat teguran karena itu berarti kami telah mengacaukan aliran yang sudah ditata. Entah itu aliran apa. Sejak itu, saya dan Pak MJ nggak datang lagi ke EA dan memutuskan untuk pasrah sambil terus menjalani proses produksi. Ternyata di tahun 2014 kami memutuskan periksa ke dokter kembali


Bus Depok - Bandara Soetta

Maaf ya teman-teman kalau saya lebih sering memberikan informasi tentang hal-hal yang berhubungan dengan Depok. Lha soalnya kan saya tinggal di daerah tersebut.

Hati-hati Jika BAB di Toilet Umum

Hari Minggu kemarin saya dan Pak MJ pergi ke Monas, melihat Lebaran Betawi. Kami naik KRL dan turun di St. Juanda. Seperti biasa, jika berhenti melakukan perjalanan baik singkat maupun panjang, dapat dipastikan saya akan mencari toilet *tukang beser*. 

Toilet wanita di St. Juanda dijaga oleh satu petugas kebersihan. Mbak tersebut sibuk menyapu air yang ada di lantai. Memang hal ini sudah menjadi kewajibannya untuk selalu menjaga kebersihan dan kenyamanan toilet. 

Toilet wanita ada empat pintu, pintu yang kedua kala itu sedang rusak, jadi yang bisa dipakai tinggal tiga pintu. Hal ini tentu berpengaruh pada banyaknya orang yang mengantre. Ketika itu, saya mengantre di pintu pertama, di depan saya ada dua orang yang sudah antre duluan. Tak lama kemudian datang serombongan ibu-ibu, tentu saja ini menambah saingan. Saya menunggu dengan sabar. Lama-lama ibu-ibu yang datang setelah saya kok sudah buang hajat duluan, sementara saya belum. Ada apa dengan orang yang di dalam pintu pertama?

Semula wanita yang antre di depan pintu mengetok pintu dan menyuruh orang yang didalam keluar karena sudah banyak antrean, tapi jawaban suara di dalam tidak jelas. Selidik punya selidik, ternyata yang di dalam pintu itu temannya. Karena saya sudah kebelet, akhirnya saya pindah di pintu keempat dan menunggu antrean sebanyak empat orang.

Sambil menunggu antrean, ada ibu-ibu yang mengetok pintu pertama sambil teriak,

'Buruan dong, Mbak. Udah banyak yang antre nih. Gantian dooong. Ngapain aja sih di dalem?'

Hal serupa juga dilakukan oleh si mbak petugas kebersihan. Saya hanya tersenyum melihat ibu tersebut. Sedangkan ibu-ibu yang lain juga berkomentar sama seperti ibu tadi. Yah, senasib sepenanggungan lah ya..

Saya lihat wanita yang antre di depan juga ketok-ketok dan menyuruh temannya untuk cepat keluar. Tetap saja suara di dalam tidak jelas, entah mereka ngomong apa. Kegelisahan tampak di muka wanita tersebut. 

Kemudian, keluarlah wanita tersangka di dalam pintu pertama.

'Ngapain aja sih lo, lama banget', sambut temannya di depan pintu.

'Itu..gue bingung', jawab si wanita tersangka.

Si wanita tersangka sekitar dua puluh tahunan dan berjaket merah itu nggak langsung keluar toilet, malah bingung sendiri. Sedangkan temannya langsung keluar toilet lalu si ibu yang tadi teriak langsung nyelonong masuk untuk menuntaskan hajatnya. 

Akhirnya mbak petugas kebersihan bertanya kepada wanita tersangka,

'Kenapa mbak? kok lama banget sih?'

Jawab si wanita tersangka, 'Itu mbak, nggak bisa ilang.'

'Mbak (maaf) pup ya? Emang susah mbak, harus diguyur soalnya alatnya rusak', jawab petugas kebersihan.

Oooo dari pembicaraan tersebut saya dapat menyimpulkan bahwa wanita berjaket merah lama banget di toilet karena BAB dan nggak bisa hanyut, jadi dia bingung. Pantas saja antrean banyak banget karena hanya dua toilet yang bisa dipakai.

Lalu apa yang terjadi?

Si wanita tersangka menyuruh mbak petugas kebersihan untuk membersihkan (maaf) pupnya. Tentu saja hal ini ditolak si mbak dan wanita tersebut harus tanggung jawab sendiri dengan cara mengguyur memakai ember. Mulailah dia mengambil air kran lalu mengguyur ke toilet tadi. Hal ini dilakukannya sebanyak dua kali. Setelah dia pergi, barulah si mbak petugas kebersihan membersihkan toilet tersebut memakai karbol.

Sedangkan ibu yang tadi bagaimana nasibnya ya, masuk untuk pipis ternyata tempatnya masih kotor. Ketika si ibu keluar, dia ditanya temannya dan menjawab kalau dia pipis di lantai jadi nggak membuka kloset. Waduh, saya nggak bisa mbayangin deh. 

Kejadian ini membuat saya lebih berhati-hati kalau mau BAB di toilet umum. Sebaiknya kita periksa dulu klosetnya layak atau tidak. Setelah saya perhatikan, memang kondisi klosetnya kurang layak, tidak ada alat untuk mem-flush kotoran dan hanya ada shower, itu pun airnya mengalir kecil. Seandainya saja klosetnya bisa lebih baik, mungkin kejadian ini tidak terjadi. Mungkin saja pemikiran 'bisa untuk pipis sudah bagus' perlu dievaluasi. Karena fasilitas umum disediakan untuk memudahkan orang yang membutuhkan fasilitas tersebut dengan segala aktivitasnya. Dan, masyarakat seharusnya menjaga fasilitas tersebut agar dapat digunakan sesuai fungsinya.

Seandainya teman-teman dalam kondisi seperti wanita tersangka tadi, apa yang akan dilakukan?


Lebaran Betawi di Monas

Hari Minggu kemarin, saya dan suami, Pak MJ (bukan Michael Jackson loh ya!) pergi ke Monas untuk melihat Lebaran Betawi. Kami tau acara ini dari televisi, pemberitaannya kok sepertinya seru. Karena penasaran, akhirnya kami berencana berangkat pagi.

Seperti biasa setiap pagi saya masak sarapan, lalu beberes rumah, kemudian pergi setelah rumah rapi. Tapi berhubung saya lelet dan sering molor, Pak MJ memberi pilihan yang bijak.

'Udah, sarapan seadanya, bikin telur dadar aja. Rumah nggak usah disapu. Kelamaan.'

*suami yang pintar, peluk Pak MJ*

Jadi setelah sarapan dan mandi kami berangkat menuju St. Depok Lama. Tau dong ya, KRL sekarang menjadi primadona baru karena selain harga tiketnya yang murah, stasiunnya juga bersih dan nggak ada PKL sama sekali. Maka nggak heran, jika setiap hari KRL selalu dipenuhi penumpang. Etapi alhamdulillahnya kemarin agak sepi mungkin karena masih jam delapan kali ya.

Saat masuk kereta, meski nggak terlalu rame, kami nggak mendapat tempat duduk dan berdiri di depan sepasang anak kuliahan. Yang membuat saya kaget, anak yang cowok langsung berdiri dan menawarkan tempat duduk begitu melihat saya. Dengan manis saya menolak.

'Nggak mas, makasih. Saya berdiri aja.' 

Lima menit kemudian kereta berangkat. Begitu jalan pelan-pelan, seorang ibu di depan saya geser dan menyuruh temannya melakukan hal serupa seraya mempersilakan saya duduk. Seperti kejadian sebelumnya, saya pun menolak. 

Antara senang dan bingung sih sebenarnya. Senang karena semakin banyak orang Indonesia yang berperilaku baik terutama anak mudanya dan bingung kok tumben-tumbennya saya ditawari tempat duduk dua kali. Setelah berpikir sebentar, mungkin karena pakaian saya yang mirip orang hamil kali ya. Jadi saya memakai atasan yang memang seperti bumil. Hhhhmmm, dalam hati saya berharap semoga saja hamil beneran, aamiin..

Perjalanan selama kurang lebih 45 menit membawa kami di St. Juanda. Sempat bingung juga karena tidak tau arah ke Monas. Maklum, ini kali pertama kami ke Monas turun di St. Juanda karena dulu KRL berhenti di St. Gambir. Akhirnya kami bertanya kepada security yang bertugas. Sssssttt, kalau mengalami kejadian seperti ini, jangan bertanya ke tukang ojek atau bajaj ya, dijamin teman-teman diprovokasi untuk naik kendaraan mereka. Lebih baik bertanya kepada petugas yang berseragam.

Dari informasi yang kami peroleh, kami cukup melewati jembatan penyeberangan lalu berjalan menyusuri kali. Eh, banyak juga lho masyarakat yang berjalan kaki ke arah yang sama. Setelah berjalan beberapa menit ternyata saya baru sadar kalau jarak St. Juanda ke Monas nggak terlalu jauh, mungkin sekitar 10 menit. Bahkan, saya baru tau kalau melewati Es Krim Ragusa yang tersohor itu. Meski sudah pernah makan di sana bersama teman kantor dulu, baru kali ini saya tau kalo Es Krim Ragusa dekat dengan St. Juanda *katrok tenan owk*. 

Sampai di Monas, rameeeee banget. Maklum, tiket masuknya gratis. Lebaran Betawi tahun ini kali keenam dilaksanakan. Meski dulu perayaannya hanya muter di wilayah-wilayah, mulai dua tahun lalu Lebaran Betawi dilaksanakan di Monas. Kegiatan ini dilakukan untuk memelihara dan melestarikan budaya Betawi di Jakarta.



Perayaan ini digelar pada hari Sabtu-Minggu kemarin. Nah, kebetulan banget nih, pas hari Minggu kemarin Pak Ahok datang dan memberi sambutan. Wuih, ramenya warga yang mau melihat dan bersalaman dengan Wakil Gubernur Jakarta itu.

Pak Ahok Memberi Sambutan
Setelah sambutan, berbagai pertunjukan seni dan budaya dipertontonkan di panggung utama. Ada hal yang menarik ketika Dinas Pemuda dan Olahraga Pemrov DKI menampilkan permainan tradisional Betawi, bambu sodok. Permainannya seperti tarik tambang tapi ini menggunakan bambu. Setiap kelompok terdiri dari empat orang lalu berlomba-lomba agar lawan terdorong. Tak lupa, pengunjung diajak untuk berlomba dan ada imbalan bagi yang menang masing-masing lima puluh ribu rupiah. Lumayan kan?

Permainan Bambu Sodok

Selain itu, ada juga enggrang yang boleh dicoba oleh pengunjung. Saya lihat, anak kecil banyak yang tertarik dengan permainan tradisional tersebut. Mereka belajar dan dilatih dengan sabar oleh para instruktur yang masih anak kuliahan. Meski siang itu panas banget, tapi animo masyarakat untuk hadir menyaksikan kegiatan ini sangat besar, buktinya mereka rela berpanas-panasan.

Ada puluhan tenda yang menjual berbagai macam jajanan dan barang-barang lain di sini. Bahkan ada perpustakaan keliling yang memanjakan pengunjung untuk membaca gratis. Menariknya, masing-masing wilayah yang ada di Jakarta membuat stand gapura mirip sebuah kampung, di dalamnya ada panggung serta rumah-rumahan yang menunjukkan kecamatan di wilayah tersebut. Masing-masing wilayah menampilkan ciri khasnya masing-masing. Misalnya saja, wilayah Kepulauan Seribu ada stand yang memberikan informasi wisata di pulau tersebut. Ada juga stand yang menjual cendera mata yang terbuat dari hasil laut. Lalu di wilayah Jakarta Barat menampilkan manusia patung yang biasa mangkal di Kota Tua. 


Etapi ada hal yang membuat saya dan Pak MJ betah dan masuk dari satu wilayah ke wilayah lain. Apa hayo?? Makan gratis, ya nguliner Betawi gratis. Beberapa wilayah menyediakan makanan gratis lho. Saya dan Pak MJ alhamdulillah makan sampai tiga kali yakni makan soto betawi di Jakarta Utara, lalu makan bakso di Jakarta Selatan, terakhir makan soto mie di Jakarta Timur. Sebenarnya sih, saya mengincar dodol betawi yang sedang dibuat, tapi ditungguin lama nggak matang-matang. Hahaha belum rejeki kali ya. 

Belum Rejeki di Sini :)
Keseruan kegiatan tersebut semakin bertambah ketika masing-masing wilayah menampilkan hiburan yang mendatangkan artis-artis ibukota seperti Mpok Nori, Bolot, Bang Madid (kurang tau nama lengkapnya), dan masih banyak lagi. Kebayang dong, bagaimana rame dan serunya acara tersebut.

Sumpah nih ya, baru kali ini kami bisa jalan-jalan hemat. Uang yang kami keluarkan nggak sampai tiga puluh ribu, dengan rincian sebagai berikut :

  • Transport KRL PP 2 orang : 2 x 9ribu = 18ribu
  • Snack di Depok Lama        :                      5ribu
  • Parkir di stasiun                :                      4ribu

         Total                       :                    27ribu

Murah banget kaaaannn? Widiw, saya dan Pak MJ berharap banget semoga di Jakarta dan daerah sekitarnya sering mengadakan acara seperti ini. Kalaupun harus bayar, tak apalah asal jangan mahal-mahal, kalau perlu gratisan *berharap banget*. Bagi kami, dengan adanya acara seperti ini masyarakat dapat terhibur dan mereka bisa melepas penatnya sejenak. Kami senang bisa tertawa bersama pengunjung. Kami senang bisa melihat berbagai pertunjukan seni dan budaya. Kami senang karena mendapat makanan gratis hehehe. Kami senang karena acara ini untuk melestarikan budaya yang ada, khususnya budaya Betawi.




Mie Ayam 'Choy'

Tinggal di Depok memang anugrah karena banyak sekali kuliner yang enak dan murah. Berhubung rumah saya di daerah Kalimulya, tentu wajib hukumnya mencari kuliner favorit di daerah tersebut, yaitu mie.

Untuk mencari tempat makan yang enak atau digemari masyarakat, saya dan suami biasanya cukup melihat tempatnya dari kejauhan yakni rame atau enggak. Kalau tempatnya rame biasanya ada dua sebab, makanan di tempat itu enak atau bisa jadi karena murah. 

Dulu setiap lewat di Kalimulya tepatnya ke arah Taman Anyelir, saya selalu melihat banyaknya kendaraan yang terparkir di salah satu rumah. Mungkin itu bengkel las yang pekerjanya banyak, pikir saya saat itu. Lama kelamaan dugaan itu meleset. Ternyata tempat tersebut adalah warung mie ayam.

Namanya mie ayam 'Choy'. Bangunannya sederhana karena menempati teras rumah yang disulap menjadi tempat makan beratap asbes. Menurut saya, mie ayam ini terus berkembang. Dari parkiran yang semula gratis, sekarang ada yang menjaga dan harus bayar. Dulu hanya berlantai semen, sekarang sudah ada ubinnya. 

#Lokasi
Mie ayam 'Choy' letaknya di Jalan Raya Kalimulya, tidak jauh dari perempatan GDC KSU- Kalimulya ke arah Taman Anyelir, sekitar 500m di kiri jalan. 

Lokasi Mie Ayam 'Choy'
#Menu
Seperti pada umumnya warung mie ayam, pastinya ada mie ayam pangsit, bakso, dan mie ayam jamur beserta aneka minuman dan kerupuk.
Mie Ayam Jamur-Pangsit

#Rasa
Saya cocok makan di sini karena rasanya pas di lidah. Mienya setau saya sih enggak dibuat sendiri begitu pula dengan baksonya. Tetapi bumbu ayam dan jamurnya yang tidak terlalu manis, cocok di lidah saya. Mungkin ini yang membuat ketagihan.

#Harga 
Seperti yang sudah saya bilang tadi, saya mengalami fluktuasi  harga yang berbeda *halah bahasanya*. Dari harga sembilan ribu dan sekarang berkisar sebelas ribuan. Untuk minumnya sekitar dua ribu sampai empat ribuan. Cukup terjangkaulah.

Oia, kalau saya lewat mie ayam ini kadang tutup sewaktu-waktu tanpa pemberitauan, seringnya saat Jumatan. Mungkin karena pegawainya laki-laki jadi mereka sholat Jumat dulu, setelah itu biasanya buka lagi.

Kalau weekend, mie ayam ini buka sekitar jam 10 pagi dan jam 4 sore biasanya sudah habis. Hindari makan pada jam makan siang pas weekend karena rame banget.

Setelah teman-teman mengurus keperluan di komplek Pemda GDC atau setelah capek belanja di pasar pagi GDC, silakan mampir biar enggak penasaran sama rasanya ^_^

Cara Simple Menggoreng Mete

Haduuuuhh, blogku kotor bangeeeettt *bersih-bersih dulu*. Dua bulan saya tidak aktif di dunia perbloggeran, ternyata banyak sekali info dan GA yang terlewatkan. Tak apalah, sekarang dengan kekuatan bulan saya akan ngeblog lagi *ala Sailormoon