So[k]sialita

Kemarin sore sewaktu saya sedang gonta-ganti channel televisi, secara kebetulan ada Mas Moamar Emka menjadi bintang tamu di salah satu acara yang host-nya layaknya ndoro dengan dua orang asisten. Wah, topiknya pasti seru nih, pikir saya saat itu, mengingat Mas Emka salah satu penulis buku yang bisa dibilang kontroversial waktu itu. 

Saya nggak mengikuti acara tersebut dari awal. Jujur saja, saya kurang suka dengan acara infotainment yang hanya memamerkan kekayaan dan banyak lebay-nya. Menurut saya kurang mendidik dan terlalu banyak porsinya, dari pagi sampai malam masyarakat dijejali kehidupan selebritis. 

Hohoho dari perbincangan yang saya ikuti selama lima belas menit terakhir ternyata topiknya tentang kehidupan sosialita. Pasti penonton dibuat terkejut dengan gaya hidup mereka yang memang di atas rata-rata banget.

Menurut Emka, sosialita ada tiga macam. Pertama, mereka yang hidupnya mewah tetapi tidak butuh media untuk memamerkan kemewahannya. Kedua, mereka yang selalu pamer kemewahan di media sosial agar eksis. Ketiga, mereka yang sebenarnya biasa saja tetapi mencari sensasi di media sosial dan berlagak seperti sosialita. *kemudian berpikir siapa ya yang masuk kategori 1,2,atau 3*

Pasti teman-teman tahu kan ya dengan kehidupan kaum jet set tersebut. Kaum yang sangat mudah membelanjakan uang tanpa banyak pikir. Mereka biasanya berkelompok mengadakan kegiatan di tempat mewah seperti arisan yang jumlahnya bisa mencapai ratusan juta. Yang membuat saya mengelus dada, arisan berondong ternyata benar adanya. Jadi siapapun yang menang arisan, akan mendapat hadiah berondong untuk diajak kencan. It's true!

Tapi kan sosialita juga sering mengadakan kegiatan amal? Memang. Biasanya kegiatan amal yang mereka lakukan sesuai dengan kelas mereka. Misalnya saja penggalangan dana dengan konser musik atau peragaan busana. Berapa uang yang dibutuhkan untuk acara tersebut? Kenapa mereka nggak mengadakan acara yang sederhana saja agar dana bantuan yang terkumpul lebih banyak.

Sebenarnya sosialita itu nggak salah, karena hanya merupakan gaya hidup yang mengikuti zaman agar terlihat eksistensinya. Masing-masing dari mereka nggak mau kalah dengan penampilan dan kepemilikan teman segroupnya. Kehidupan mereka mengarah ke arah hedonis. Ini yang berbahaya. Mereka mengutamakan harta kemewahan untuk hidupnya seakan-akan nggak bisa hidup tanpa barang mewah. Hei, apakah jika mereka kelak meninggal, harta tersebut akan menolongnya? 

Saya jadi teringat ketika beberapa minggu lalu datang ke acara suatu yayasan yang peduli pada masalah kesehatan di sebuah mall elit di Jakarta Selatan. Tentu saja saya berpenampilan biasa sesuai dress code. Saya heran karena di acara itu ibu-ibu dari yayasan tersebut berpenampilan wah. Wah bajunya dan wah dandanannya. Acara dimulai dengan fashion show anggota yayasan. Duh duh mereka berlenggak-lenggok sambil berpose bak model terkenal. Hhhhmmm berapa duit yang digunakan untuk dandan dan perawatan mereka ya? Kemudian acara tersebut dilanjutkan dengan menampilkan 3 nara sumber yakni ketua yayasan, penulis buku kesehatan, dan praktisi fashion. Sang ketua yayasan hanya bicara sekian menit saja dibandingkan dengan dua narasumber lain yang tidak ada hubungannya dengan yayasan yang beliau pimpin. Duh,,

Dari situ saya bergumam dalam hati, 'Ooooo gini to gaya hidup sosialita itu.' Saya ikuti jalannya acara tersebut. Satu jam acara berjalan tampak beberapa orang ada yang meninggalkan tempat duduknya dan nggak kembali lagi. Mengingat jam setengah lima saya belum sholat ashar, maka saya meninggalkan tempat tersebut dan mencari musholla. Lalu bagaimana dengan ibu-ibu yang berdandan molek dan cantik tersebut? Apakah mereka juga mengingat Tuhan ketika panggilan itu datang? Atau mereka lebih sayang dengan dandanan mereka? Sampai saya selesai sholatpun, acara tersebut belum selesai. Dan ketika saya menunggu angkutan di depan mall, terlihat beberapa peserta keluar mall, mungkin acara tersebut baru saja usai.

Lalu apa yang salah dengan kaum sosialita? Apalah artinya pakaian mahal, perhiasan blink-blink dimana-mana, serta berdandan cantik jika iman mereka kosong dan nggak peka dengan keadaan sosial di sekitarnya. Mereka secara tidak sadar telah menciptakan kesenjangan sosial yang sangat jauh. Seakan-akan hidup kita seperti terkasta bak langit dengan bumi. 

Di akhir acara televisi yang saya tonton tersebut si host bertanya kepada salah satu bintang tamu yang seorang sosialita, kurang lebihnya begini, 

'Apa pesan Anda kepada kaum sosialita yang lain?' 

Kemudian bintang tamu seksi tersebut menjawab, 

'Ya kalau udah narik arisan jangan menghilanglah ya, kasian bandarnya, kalau arisan 5juta per bulan sih biasa tapi kalau ratusan juta, puyeng juga bandarnya.'

Hahahaha ternyata dari mereka ada juga yang so[k]sialita toh. Kaum yang so[k]sialita kabur setelah mendapat uang banyak dan ketika si bandar mendatangi rumahnya ternyata hanya rumah sewaan. Apakah hidup mereka yang seperti itu akan tenang?

Lebih baik hidup sederhana. Sederhana bukan berarti tak mampu. Sederhana bukan berarti nggak bisa beli barang branded. Sederhana berarti menyadari bahwa masih banyak yang membutuhkan dan menyadari bahwa semua itu milik-Nya.

15 comments

  1. Aduh udah lama saya denger so(k)sialita ini. Memang kasihan Mak. Terlepas dari apa maksud sebenarnya -__- Barang branded tapi ternyata rumah cuma kontrak. Hmm..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sayang aja ya, Mak dalam mengeluarkan uangnya..

      Delete
  2. jadi bayangin waktu berada di tengah2 mereka, pasti yg diomongin ga ada yg nyambung ma saya hihihi

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sy cm diem mba, beliau yang pindah sendiri..
      Lgian sy duduk di belakang, biar bisa ngabur haha..

      Delete
  3. Gak semua sosialita buruk kok mbak ☺

    Salam kenal yah mbak pipit dan kunjungan pertama nih di blog mbak ��

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hai mbak,,
      tapi imagenya (maaf) jelek ya mbak..

      Delete
  4. Setuju....
    tapi lebih setuju lagi kalo....be your self aja dlm segala hal hehehe.semoga kita termasuk org2 yg Selalu diingatkanNya

    ReplyDelete
  5. Sosialita. Ceritanya tiada akhir. Hahahaha. Inget di kantor lama ada orang berlagak sosialita tak didukung realita.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wah yang kayak gitu buanyak mas..
      Gak cm yang kantoran, anak2 sekolah juga sy lihat byk yg gitu..

      Delete
  6. Haha, sebenernya sih saya gak peduli dengan kehidupan para sosialita, toh selama mereka mampu membiayai hidupnya sendiri tanpa merugikan orang. Yang ga saya suka ya so(k)sialita itu. Banyaaaak banget kasusnya mbak. Entah bagaimana bisa ya mereka hidup seperti itu, hanya memikirkan diri sendiri tanpa peduli apa yang terjadi pada orang lain. Banyak hutang hidup pun tak tenang....

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hooh mak, bener banget..
      Cuman mesem sy liat kelakuan mereka yang so[k]sialita..

      Delete
  7. Duuuh ternyata. Iya aku juga pernah baca nih buku Emka, agak gimana gitu ya kehidupan mereka yang diceritakan di buku itu. Hedonis dan mengejar kenikmatan dunia aja.

    ReplyDelete