Membisniskan Oleh-oleh

Hihihi judulnya gaya banget ya?

Yah, mungkin banyak tulisan yang membahas kebiasaan nitip oleh-oleh. Saya mengiyakan beberapa tulisan tersebut karena berdasarkan pengalaman pribadi kadang malah nggak enjoy menikmati jalan-jalan. Apalagi nanti kalau mikir soal over bagasi. Mahal ya bok ternyata kalau over, hihihi. Tujuan jalan-jalan memang untuk refreshing dan santai tapi kalau ada yang nitip dan barangnya susah, kadang malah kepikiran terus, euy.

Orang yang bepergian pasti membawa oleh-oleh untuk keluarga, sahabat, dan kolega terdekat. Nah, bagi suami saya, hal ini malah bisa dijadikan peluang dengan membiniskan oleh-oleh. Ini ya saya ceritakan pengalaman suami dan temannya.

#Pengalaman Suami

Jadi beberapa minggu setelah sampai di tempat dinas, suami meminta saya memfoto oleh-oleh Jepang yang menjadi hiasan di rumah. Meski bingung tapi saya manut saja. Foto ini mau diupload sebagai contoh di lapak onlinenya. Jadi suami menawarkan jasa titip oleh-oleh. Ada sih beberapa orang yang nitip. Waktu itu dikiranya akhir Januari akan balik jadi ya oleh-oleh bisa sampai ke customer mungkin Februari. Nggak terlalu lama lah ya. 

Suami membuat sistem kalau mau nitip DP dulu 50%. Masalah harga suami nggak ambil untung banyak karena kasihan juga kalau kemahalan toh ada customer yang tahu harganya berapa. Setelah barang didapat, difoto dan dikirim via WA lalu customer diminta untuk melakukan pelunasan dan barang dikirim nanti setelah pulang ke Indonesia.

Untuk mendapatkan barang ini nggak gampang lho karena apartemen ini jauh dari mana-mana dan suami hanya dicover tiket sub way dari apartemen sampai kantornya doang. Lebih dari itu ya bayar sendiri. Mau naik JR, bayar sendiri. Kalau apartemen dulu, dekat dengan beberapa keramaian dan dekat stasiun JR serta dicover tiket JR. Nah, harga ini mahal karena transportasi mencari oleh-oleh yang mahal. Kalau mau nyari harus ke St. Yokohama atau malah ke Tokyo sedangkan saat ini tinggal di Shin Yokohama. 

Teman kuliah suami yang pernah ke Jepang nitip pulpen, entah seperti apa saya nggak tahu. Dia nitipnya banyak banget. Suami saya sampai hunting lho ke beberapa toko yang harga alat tulisnya murah. Ada juga temannya yang kloter pertama nitip miniatur Tokyo Camii. Si teman tahu harganya berapa karena dia sudah beli dan ingin beli lagi. Awalnya suami saya nggak mau karena kalau ke sana jauh, mau naikin harga nggak enak secara dia tahu harganya. Nah, si teman itu tahu kalau mau ke Tokyo Camii transportnya lumayan dan dia pengiin banget. Akhirnya suami bilang aja harganya sekian (dinaikkan dari harga semula karena dihitung dengan transportnya). Eh si teman tersebut tetep mau lho. Yo wes, karena sudah bilang, mau nggak mau ya kudu beli.

Tapi ada lho teman saya yang mau nitip Macbook karena katanya harga di sini lebih murah dibanding di Jakarta. Lah, suami saya nggak mau kalau barangnya gedhe apalagi alat elektronik. Resikonya lebih besar lagipula lebih baik beli di Indonesia agar prosesnya lebih mudah kalau terjadi masalah. Ada juga yang nitip komik One Piece edisi pertama yang pakai bahasa Jepang. Alamak, susah nyarinya dan ditolak sama suami, hihihihi. Jadi, kalau mau menerima tawaran oleh-oleh, dipikir dulu, susah nggak, berat nggak, makan tempat nggak, resikonya gimana. Hihihi, banyak ya pertimbangannya. Maklum, suami kan kerja ya jadi nggak mau pusing mikirin titipan oleh-oleh. 

Karena suami saya diperpanjang masa dinasnya dan untungnya ada temannya yang mau balik ke Indonesia akhir Januari lalu, maka oleh-oleh yang sudah lunas tersebut dititipkan ke temannya. Nggak enak juga sama customer kalau dianggap nggak sesuai janji. Suami saya pun juga merasa nggak enak karena nitip barang ke temannya dan memberi fee ke temannya tersebut. Tapi temannya menolak dititipi miniatur Tokyo Camii karena memakan tempat, kalau barang yang lain ringan dan kecil jadi nggak memakan tempat. Ya sudah, nggak papa, miniaturnya ditinggal. Oleh suami, beberapa barang yang mau dipaketkan ditambah oleh-oleh sendiri yang sudah dibeli. Kalau teman kuliahnya yang nitip pulpen, disuruh milih mau dikasih apa. Kalau customer yang belum kenal, dikasih koin Jepang sama suami saya, katanya orangnya seneng banget dikasih koin hihihi.

#Pengalaman Teman Suami

Sewaktu pertama kali nyampai Jepang karena lama nggak ketemu, akhirnya semalaman kami ngobrol ngalor-ngidul. Menceritakan keadaan satu sama lain ketika berjauhan. Sampai suami cerita soal oleh-oleh. Dalam dinas ini, suami saya kloter terakhir dan menjadi orang terakhir dari perusahaannya. Jadi, di apartemen ada beberapa barang yang diwariskan teman-temannya karena ada yang over bagasi. 

Sebut saja namanya Bunga (nama samaran). Bunga itu bergabung di komunitas yang menjadi hobinya juga. Dia banyak dititipi oleh-oleh sama teman kantornya atau sama teman di komunitasnya. Yang membuat suami saya heran, kok mau-maunya bolak-balik ke tempat yang sama hanya untuk beli barang yang menjadi titipan. Jadi, waktu itu suami dan beberapa temannya jalan ke suatu tempat. Di sana Bunga bilang ke A kalau ada barang yang dicari. Beruntungnya, waktu itu ada teman yang membawa modem jadi mereka bisa nebeng internet gratis. Karena pesan nggak dibalas, akhirnya Bunga urung membeli barang tersebut. Eee nggak tahunya beberapa hari kemudian A bilang mau. Karena nggak enak, Bunga balik lagi ke tempat wisata tersebut dan beli barang itu. Padahal tempat tersebut lumayan jauh dari apartemen, harus melewati beberapa subway dan mungkin JR stasiun. Waduh, kebayang dong ya pengorbanan Bunga.

Nah, ada lagi yang nitip ke Bunga, kali ini teman kantor. Mungkin suami baliknya masih beberapa bulan lagi dan suami saya orangnya tegas di awal jadi sedikit yang nitip. Ada beberapa teman yang nitip dan membuat Bunga bolak-balik mencari barang tersebut. Bunga bingung, mau dibeli harganya mahal, nggak dibeli nggak enak. Bunga juga bingung beberapa barang yang menjadi titipan nanti diganti apa enggak karena Bunga bilang 'ya' saja ketika dititipi. Akhirnya Bunga curhat ke suami. Saran suami, bilang aja, barangnya ada dan harganya sekian. Bunga manut dan bilang ke si penitip, akhirnya si penitip nggak jadi hihihi. 

Karena oleh-oleh Bunga banyak dan berat, maklum ada keramik beberapa set dan buku-buku yang tebal, dia memutuskan akan memaketkan barang tersebut dari Jepang. Alamaaak. Ketika dia tanya sama teman kantor yang orang Jepang asli bagaimana cara memaketkan dari Jepang, akhirnya Bunga dibantu kantor Jepang. Baik banget ya kantornya. Ternyata berat kardus yang harusnya 20 kg masih over jadi 25 kg. Yang membayar kelebihannya siapa? Ya kantorlah, hihihi. Kelebihan 5 kg itu kalau dirupiahkan jumlahnya enam digit lho. Karena Bunga mendapat fasilitas tersebut, akhirnya titipan miniatur Tokyo Camii sekalian dibawa toh yang nitip juga teman sekantor jadi nggak perlu pakai ekspedisi lagi. Untuk hal ini, alhamdulillah saya dan suami belum pernah mengalami. Jangan sampai kami merepotkan orang kantor soal oleh-oleh. Wong saya sudah dibantu mengurus COE dan dokumen saja bersyukur dan terimakasih banget. 

Jujur ya saya tercengang melihat perjuangan suami dan temannya. Kalau suami kan karena sudah niat mau ambil untung meski sedikit jadi ya sudah resiko. Kalau pengalaman temannya, saya geleng-geleng dan tertawa deh.

Tulisan ini sekedar share apa yang dialami suami dan temannya. Di satu sisi, mungkin ada anggapan oleh-oleh kok dibisniskan. Toh menurut saya, suami membiniskan ini dengan sukarela, tidak ada unsur paksaan harus beli dan secara Islam jual beli ini sah. Sedangkan temannya Bunga mungkin bisa jadi ladang amal baginya. Btw, hidup butuh keseimbangan, tidak berat di satu sisi, hihihi. 

10 comments

  1. Wah, baru tau kalo buka jasa titipan..
    Jadi pingin nitip alat alat bento atau bahan bahan craft deh ;)

    ReplyDelete
  2. Saya juga sering dapat titipan kalau pergi keluar kota...

    ReplyDelete
  3. wah, jasa titipan? unik juga ya..
    membisniskan oleh2 itu... kreatif :))

    ReplyDelete
  4. Bener juga sih mbak, kadang org kalo nitip agak khilaf ttg harga Dan gimana Cara bawanya. Kadang Ada org yg minta oleh2 tapi ga nitipin duit nya. Ahahah

    ReplyDelete
  5. Aaakk... kasian ya si Bunga. Kalau saya males dititipi. Karena koper udah penuh buat oleh2 keluarga doang. Dan biasanya karena saya pulang sendiri sendiri ga bareng suami, diusahakan barang bawaan saya ga ribet. Maklum bawa balita bok. Hihihihi. :D

    ReplyDelete
  6. Duuuuh, sampe segitunya ya bisnis oleh-oleh ini...catatan buat diri sendiri nih, kalo ada yang mau keluar negeri, jangan suka nyeletuk titip oleh-oleh. Hehe, ngerepotin banget soalnya kan?
    ;)

    ReplyDelete
  7. memang ada saja celah mencari rezeki, asal ada niat dan usaha...sukses dengan bisnis sampingannya ya Mbak :)

    ReplyDelete
  8. iya nih aku baru tau ternyata ada jasanya juga ya buat nitip oleh2 :)

    ReplyDelete
  9. Wah biasanya memang jadi dilema kalo ada yang nitip oleh-oleh banyak waktu travelling, ternyata bisa jadi peluang bisnis juga toh ini :O

    ReplyDelete