Pengalaman Tinggal di Kompleks

Saya pernah sharing pengalaman tinggal di kampung ataupun kompleks pada Februari lalu. 

Tulisan tersebut sebenarnya dibuat sekadar sharing bagi pembaca yang bingung menentukan pilihan mau tinggal di kampung atau kompleks. Nah, kali ini saya akan lebih spesifik berbagi pengalaman tinggal di kompleks. Sekali lagi, bagi yang mau tinggal di kompleks dan masih mencari informasi tambahan, perhatikan dulu deh hal-hal yang mau saya ceritakan ini.

Ada yang beranggapan kalau tinggal di kompleks itu enak dan mentereng. Semacam ada prestige kalau tinggal di kompleks. Hhhmm, kompleks yang kayak apa dulu nih. Jika dibandingkan dengan rumah yang ada di perkampungan, memang sih lingkungan di kompleks lebih tertata. Dan, tinggal di kompleks sebenarnya gapnya nggak terlalu jauh. Hal ini dapat terlihat dari karakteristik warganya. Bisa dilihat tuh tetangga kanan-kirinya dari kemampuan membeli rumah di kompleks kan? Umumnya orang-orang yang tinggal di kompleks kebanyakan warga pendatang, terutama kompleks yang ada di kota besar. Istilahnya kaum urban ya. 

Dengan adanya karakteristik seperti ini, logikanya untuk mengoordinir warga yang tinggal di kompleks lebih gampang jika dibandingkan dengan warga yang tinggal di kampung kan? Kenyataannya nggak segampang itu Ciiin. Hahahaha, curcol nih.


Gambar dari Katch Properties


Seperti biasa, saya curhat dulu ya. 

Saat tulisan ini dibuat, saya tinggal di kompleks yang baru dan masih jadi tanggungan developer. Keuntungan tinggal di kompleks yang belum di-hand over full salah satunya yaitu fasilitas yang ada di kompleks menjadi tanggung jawab developer. Namun kenyataannya nggak 100% demikian. 

Karena apa?

Semakin banyak rumah yang sudah dihuni maka tanggungan developer semakin kecil. Developer kalau diminta untuk menanggung semua fasilitas kompleks nggak mau. Menurut pandangan mereka, semakin banyak warga maka makin banyak pula fasilitas yang sudah terpakai. Selain itu, developer kewalahan jika harus mengcover semua keinginan warga yang pengennya aman, nyaman, dan lingkungan asri tapi dengan iuran yang murah kalau perlu gratis.

Untuk mewujudkan keinginan warga, pastinya butuh duit kan? Uangnya siapa? Developer juga manusia kan? Mereka punya pegawai yang harus digaji tiap bulan entah ada rumah yang laku atau enggak. 

Sedangkan dari sudut pandang warga, karena belum di-hand over full maka lingkungan kompleks menjadi tanggung jawab developer. Hal ini untuk kepentingan developer juga kan? Masak mau menjual kompleks yang lingkungannya sudah nggak terawat.

Nah, ini gambaran buat teman-teman yang mau tinggal di kompleks baru. Permasalahan ini kemungkinan bisa saja terjadi apalagi kalau kalian benar-benar tinggal sebagai penghuni yang babad alas kompleks, hahahaha. Maksudnya, lingkungan banyak yang belum tertata. Bisa saja teman-teman nanti malah menjadi pioneer di kompleks untuk menata lingkungan supaya tetap terawat dengan baik.  

Tapi kalau kalian tinggal di kompleks yang sudah tertata, baik lingkungan maupun manajemen ke-RT-annya, ya tinggal mengikuti aturan yang sudah dibuat.

Di sisi lain, kompleks yang saya tinggali, mayoritas warganya seumuran jadi terlihat lebih homogen. Jujur sih tinggal bersama warga yang seumuran lumayan menyenangkan karena gapnya nggak terlalu jauh. Obrolan bisa lebih santai dan nggak ewuh pakewuh. Bukan berarti saya mengesampingkan etika dan tata krama dalam bergaul lho. Sopan santun tetap dipegang di manapun meski kadang saya masih keseleo kalau guyonan dengan tetangga.

Gimana, gambarannya tinggal di kompleks terlihat menyenangkan ya?

Tunggu! 

Sebelum Teman-teman yakin tinggal di kompleks, perhatikan dulu nih hal-hal berikut ini:

#Surat-surat Rumah

Sebelum akad kredit, pastikan dulu surat-surat rumah yang mau dibeli lengkap. Cek SHM-nya, cek luas tanahnya, cek IMB, PBB, dll. Pengalaman tetangga saya macem-macem nih terkait hal ini. Ada yang belum ada IMB-nya, luas tanah yang tercetak di SHM nggak sesuai, PBB tahun sebelumnya belum dibayar. Jika teman-teman mengalami permasalahan seperti itu, laporkan ke pengembang sebelum akad kredit dan minta penjelasan kapan akan diperbaiki. Usahakan saat hand over full, permasalahan tadi sudah beres.

#Renovasi

Tinggal di kompleks pada umumnya bentuk rumahnya sama. Developer juga memakai jasa borongan dalam pengerjaannya. Pihak ketiga yang membangun rumah bisa saja kualitasnya berbeda, ada yang bagus dan enggak. Kalau bagus berarti bangunan rumah nggak ada yang bocor. Sebaliknya, banyak juga yang rumahnya bocor. Kalau rumah banyak yang bocor, siapkan dana renovasinya. Jangan sampai bangunan bolong karena sering terpapar panas dan hujan.

Perhatikan juga kondisi rumah sebelum ditempati. Dilihat dulu apakah lay outnya sesuai atau enggak. Kalau enggak, apakah perlu direnovasi sebelum ditempati? Lalu, ruangan di dalam rumah perlu direnovasi dalam waktu dekat atau enggak? 

Oia, kebanyakan rumah sekarang tipenya kecil kan ya. Kalau teman-teman punya anak dan butuh kamar sendiri, perkirakan kapan perlu renovasi rumah. Apakah perlu renovasi total atau hanya penambahan tingkat untuk kamar anak. 

Temannya pak suami semula membeli rumah bertipe kecil. Setelah anaknya bertambah dan tumbuh besar, dia bingung antara mau renovasi rumah atau beli lagi. Karena biaya renovasi rumah tingkat seperti membangun rumah baru, dia memutuskan pindah dan mencari rumah yang lebih besar.

#Iuran

Perbedaan antara kampung dan kompleks terlihat mencolok di lingkungannya kan? Biasanya rumah-rumah di kampung nggak tertata rapi seperti di kompleks. Pun begitu dengan kondisi lingkungannya. Jadi, kalau teman-teman membeli rumah di kompleks sama juga kalian membeli lingkungan. Catet!

Sewaktu teman-teman mau membeli rumah di kompleks, dilihat master plan kompleksnya terutama fasos dan fasumnya. 

Ada taman nggak? 
Ada play ground anak-anak nggak? 
Ada masjid/musala nggak? 
Ada pos security nggak?

Jika fasos dan fasum itu semua ada, ya siap-siap bakal kena iuran bulanan yang lumayan besar. Secara nalar nih, dengan banyaknya fasos dan fasum maka sebanding dengan iuran yang dikeluarkan untuk memelihara itu semua kan?

Kalau nggak ada iuran yang memadai maka fasos dan fasum yang semula bagus dan indah saat mau akad kredit bakalan cepat pudar dan tak terawat. Keindahannya hanya dalam sekejap mata saja.*halah*

Teman-teman ingin tahu besarnya iuran per bulan di kompleks?

Bisa kok ditanyakan ke teman atau orang yang sudah tinggal di kompleks. Ingat ya, iuran tiap kompleks berbeda tergantung banyak faktor nggak cuma banyaknya fasos dan fasum saja. Besarnya kompleks juga berpengaruh. 

Pengalaman saya pribadi nih, sebelum pak suami mau memutuskan membeli rumah di kompleks, berkali-kali saya tanyakan hal ini. Siap nggak nanti kalau pengeluaran bulanan bakal nambah dengan iuran endebrei-endebrei yang ada di kompleks? 

#Karakteristik Warga

Mau tinggal di manapun, pasti deh akan menemui karakter orang yang berbeda-beda. Nggak di kampung atau di kompleks, sama saja. Karena tiap orang mempunyai sifat dan karakter yang berbeda. Namun biasanya orang yang tinggal di kompleks dipandang lebih berpendidikan. Pandangan ini nggak sepenuhnya salah sih. Maaf ya bukan berarti saya berpikiran negatif pada warga yang tinggal di kampung. Nggak sama sekali. Justru ini yang akan saya curhatin. 

Melihat tetangga kanan-kiri, depan-belakang, sudut sono-sini, yang sama-sama tinggal di kompleks, pastinya kita tahu ya kapasitas tetangga kita. Pasti nggak beda jauh sama kita lah ya. Maksudnya, jika dibandingkan dengan warga yang tinggal di kampung, kehidupan di kompleks lebih terlihat homogen. Secara kasat mata nih gap antarwarga nggak terlihat mencolok.

Kenyataannya?
Sama saja, Ciiiin. Hahahahaha. 

Perbedaan karakter tiap orang pasti mempengaruhi pola pikir dan perilakunya dalam menghadapi berbagai persoalan yang ada di lingkungan. Di sini attitude atau perilaku dalam bertetangga sangat penting. Ada yang berperilaku kalem, blak-blakan, keras, halus, apa adanya, lembut, sotoy, suka kepo, suka baperan, suka nggosip, lalalili lululele nanonano deh pokoknya. 

Sebagai warga yang baik gimana?

Menjadi diri sendiri dan menempatkan diri dengan baik dalam menghadapi masalah yang ada. 

Saya tipe yang cuek dan santai. Saya nggak mau terlalu memikirkan permasalahan berlarut-larut. Kalau ada masalah di kompleks baiknya diobrolin sama pasangan saja, supaya lebih aman. Iyap, saya sering banget ngobrolin (inget, ngobrol ya bukan nggosip hahahaha) semuanya ke pak suami. Kadang sih obrolan bakal seru kalau dijadikan morning talk bukan pillow talk lho ya. Kalau jadi pillow talk takut kebawa mimpi, hahahaha.

Jadi, dalam menghadapi permasalahan di kompleks, jangan mudah terpancing emosinya. Dibawa santai saja. Lama-lama juga akan hilang. Jujur sih, awalnya saya gampang tersulut emosi saat ada masalah di kompleks. Seiring waktu, saya belajar untuk lebih sabar dan berpikir positif. Alhamdulillah sekarang saya bisa sedikit mempraktikkan ilmu tersebut dan sudah mulai stabil emosinya. Agak sedikit kalem lah sekarang. *kibas jilbab*.^-^.

#Life Style

Waini, ungkapan kere tapi kece banyak ya di kota besar? Mungkin ada yang nggak tahan kalau tetangga punya ini-itu dan lalalili. Setiap tetangga punya ini-itu, bawaannya pengin beli juga? Ada yang seperti itu? 

Kayaknya ada ya? Hhmm, jumlahnya banyak atau, malah buanyak nih, hahahaha.

Nah ini, selama tinggal di manapun jangan terpengaruh sama orang lain. Jadilah diri sendiri dan mulai aware dengan apa yang menjadi kebutuhan kita. Dan belilah apa yang menjadi kebutuhanmu bukan keinginanmu.*sok bijak banget ya*

Kalau memang belum mampu beli, ya baiknya nabung dulu. Jangan lakukan prinsip biar tekor asal kesohor, ya. Jangaaan!

#Keamanan

Selama tinggal di kompleks entah yang ada securitynya atau enggak, keamanan lingkungan menjadi tanggung jawab bersama. Jangan menjadi tetangga yang cuek banget sampai nggak kenal tetangga kanan-kirinya. 

Sistem keamanan di kompleks macem-macem ya tergantung kesepakatan warga. Ada kompleks yang mempekerjakan security 24 jam. Banyak juga yang mempekerjakan security sesuai kebutuhan.

Misalnya security berjaga dari pagi sampai sore atau saat liburan saja. Hal ini dikarenakan banyaknya warga yang bekerja dari pagi sampai sore ataupun piknik saat liburan. Kalau malam, kompleks yang seperti ini cuma pasang portal tanpa ada security. Jika ada tamu ya tuan rumah membuka portal sendiri untuk tamunya. 

#Kepengurusan RT

Lha ini, kecil tapi besar. Maksudnya gini, kepengurusan RT bagi masyarakat dipandang sebagai suatu hal yang kecil atau remeh temeh. Padahal peran ini "lumayan" dibutuhkan di lingkungan lho. Apa karena tanggung jawabnya yang "lumayan" tadi maka banyak yang nggak mau menjadi pengurus RT?

Suatu tempat atau lingkungan sebaiknya ada pemimpin yang mengurus warganya sebab keinginan dan kebutuhan hidup di kompleks makin lama makin bertambah. Jika hal ini nggak ada yang mengoordinir dengan baik ya bubar jalan deh warganya. Peran pengurus lingkungan di kompleks meski kelihatan sepele tapi ternyata ampun-ampun Ciiinn. Beneran. 

Persis yang saya bilang di atas. Kalau melihat sifat tetangga yang homogen harusnya lebih mudah dikoordinir kan? Kenyataannya sih nggak segampang itu. Maklumlah makin banyak kepala makin banyak keinginan dan ide kan? 

Keputusan memang nggak bisa memuaskan semua pihak. Tapi seenggaknya keputusan yang diambil dapat membuat lingkungan jadi lebih baik. 

Hhhmm, itu sih hal-hal yang ingin saya sampaikan buat kalian yang mau tinggal di kompleks. Gimana, sudah siap dengan hal-hal yang saya sebutkan tadi? 

***

Gini, pak suami kan pernah tanya-tanya ke temannya yang sudah lama tinggal di kompleks. Temannya pak suami bilang, kehidupan di kompleks yang belum di-hand over full awalnya memang terasa menyenangkan. Tapi hal ini akan berubah saat sudah hand over full. Warga mungkin akan lebih susah dikoordinir karena mereka beranggapan 

"ini rumah dan kehidupan gue, ngapain lo ngurusin." 

Kesepakatan-kesepakatan awal yang sudah disetujui saat developer menyerahkan semuanya ke warga bisa saja berubah karena mungkin ada warga yang nggak sependapat. 

Masing-masing orang punya keinginan dan pendapat yang berbeda. Perbedaan ini hendaknya bukan menjadi pemicu ketidakharmonisan tinggal di kompleks. Perbedaan pasti ada. Namun hendaknya dapat disikapi dengan baik demi kepentingan bersama. 

Di sinilah pentingnya peran seorang pemimpin yang dapat mengoordinir itu semua. Peran pemimpin di sini diharapkan bisa mengendalikan perbedaan pendapat dan menghasilkan keputusan untuk kehidupan yang lebih baik. Suatu lingkungan yang tampak indah dari luar tapi bila suasana di dalamnya nggak guyub, serasa ada kebutuhan batin yang kosong. 

Sekian dulu teman-teman sharing pengalaman tinggal di kompleks. Sharingnya lumayan panjang ya. Isinya curhatan semua sih, hahahaha.

Oia, baca juga : pertimbangan mencari rumah, supaya teman-teman punya gambaran sebelum membeli rumah.

9 comments

  1. Mau di kampung atau di kompleks tetap aja ada tukang iri.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Bener banget. Tinggal gimana kita menyikapinya aja ya.

      Delete
  2. Di komplek saya, kekeluargaannya bagus, ga kaya di komplek lain yg ga kenal tetangga... Tapi klo ada masalah, urusannya jg bs jd heboh bgt :D

    ReplyDelete
  3. Yang paling concern buat saya itu mbak adalah karakteristik warga dan keamanan lingkungan...Thanks for sharing mba, kebetulan memang saya lagi cari - cari perumahan di kompleks :)

    ReplyDelete
  4. Komplek saya cukup mnyenangkan, lingkunagn dan orangnya tapi...sering banjit. Sejak pindah th 2009 akhir saya udah 6 kali kebanjiran

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wah, sayang ya Mba banjir.
      Semoga segera teratasi masalah banjirnya. Aamiin.

      Delete
  5. kalau saya lebih suka tinggal di komplek karena lebih cuek, sangat cocok buat saya, hehe

    ReplyDelete