Hampir tiap hari jika asisten datang, saya sering bertanya sudah sarapan atau belum. Asisten jarang sarapan padahal sudah sering saya ingatkan betapa pentingnya sarapan. Kalau pagi katanya hanya minum teh, kalau makan jarang. Mengetahui hal ini saya kerap iba kepada beliau. Apalagi kalau pas mencuci. Meski cucian tidak banyak tapi saya kasihan karena beliau mencuci manual, tidak mau pakai mesin cuci, takut rusak katanya. Mesin cuci hanya untuk mengeringkan cucian saja.
Jika masak berlebih, biasanya saya selalu menawari makan. Yang saya lakukan yaitu menyiapkan nasi, sayur, dan lauk di piring lalu saya taruh dekat kompor. Dan, beliau pun tahu, kalau ada nasi di dekat kompor, pasti jatahnya. Hampir setiap hari saya melakukan kebiasaan itu. Kalau beliau lapar, nasi akan dimakan di teras belakang sehabis pekerjaan beres. Kalau belum lapar, biasanya dibawa pulang. Apalagi jika ada ikan, pasti beliau ingat cucunya di rumah. Maklum, beliau jarang masak ikan, seringnya lauk tahu dan tempe. Saya melakukan itu karena kasihan dan saya pun ikhlas, tidak mengharap apapun dari beliau. Senang rasanya kalau melihat beliau pulang dalam keadaan kenyang atau membawa lauk untuk cucunya.
Saya dan suami pada bulan September lalu pergi ke Monas untuk melihat acara Lebaran Betawi. Acara tersebut tiket masuknya gratis dan masing-masing stand yang merupakan kecamatan di Jakarta selalu menyediakan makanan. Di acara tersebut saya dan suami bisa makan gratis sebanyak 3 kali sampai kenyang. Padahal kadang antri lho untuk mendapat makanannya. Yang membuat kami bersyukur, setiap datang ke stand acara, pasti dapat makan dan tidak pernah kehabisan. Pun begitu untuk minumnya. Kami merasa dipermudah sekali apalagi saat itu sudah masuk jam makan siang. Sungguh, kami tidak mengeluarkan uang sepersen pun untuk jajan makanan di sana. Perjalanan pergi dan pulang, dari Depok ke Monas dengan commuter line hanya menghabiskan uang Rp.27.000,- untuk 2 orang. Kami tidak menyangka akan hal ini. Kok bisa ya?
Saya yakin bahwa setiap peristiwa itu saling berkaitan. Dan, saya berpikir bahwa mungkin saja berkah di Monas waktu itu merupakan balasan dari Tuhan. Yang saya rasakan cara Tuhan membalas sangat setimpal. Mungkin ini berkah karena saya sedekah makanan kepada asisten setiap hari. Ah, Tuhan tidak pernah mengingkari janji-Nya. Memberi makanan, dibalas dengan makanan pula.
Semuanya dibawa enjoy ajah sist...
ReplyDelete?
DeleteAllah memang Maha Menepati Janji ya mak pit :)
ReplyDeleteIya, Mak :)
DeleteSubhanallaah. Luar biasa memang ya Mba cara kerja Tuhan.. :)
ReplyDeleteIya, Mas :)
DeleteIbarat kata pepatah lama, siapa yang menebar angin pasti akan menuai badai... begitu pula soal makanan, siapa yang memberi makanan niscaya suatu saat akan menerima makanan pula :))
ReplyDeleteBetul banget.
DeleteTerimakasih ya :)
Terima dan kasih, kita memberi maka suatu saat kita akan diberi, salam kenal ya mbak
ReplyDeleteIya ya, suka degn kata 'terima dan kasih'.
DeleteSalam kenal.
Subhanallah, janji Tuhan benar2 terbukti
ReplyDeleteIya, Mba. Alhamdulillah.
DeleteDan ternyata, balasan terhadap kebaikan itu bisa dibuktikan
ReplyDeleteBetul, Mas Mandor.
Deleteiya, Mbak. Bisa jadi seperti itu :)
ReplyDeleteKadang bisa lebih ya, Mba :)
DeleteAllhamdulillah, rezeki ya
ReplyDeleteIya, Mba Lid.
DeleteAlhamdulillah.
Alhamdulillah, Mbak Piiiit.. Memang ALLAH SWT Maha Mengetahui ya.. :D
ReplyDeleteBener banget, Beb.
Deleteyang penting kita melakukan kebaikan demi kebaikan dengan ikhlas ya Mbak, insyaAllah balasannya juga kebaikan demi kebaikan untuk kita dan keluarga :)
ReplyDeleteIya, Mba Ninik.
DeleteSetuju banget :)