Dalam dunia kerja, fresh graduate yang bekerja di perusahaan sebagian besar kurang peduli terhadap kepesertaan jaminan hari tua.
Hal ini juga terjadi pada karyawan yang sudah lama bekerja. Umumnya mereka hanya peduli pada lifestyle saja sehingga jaminan pensiun kurang diperhatikan. Padahal jika mulai sekarang kita peduli pada jaminan hari tua maka saat pensiun bisa jadi bahagia. By the way, jaminan hari tua selanjutnya saya singkat JHT aja, ya.
Gambar dari Pixabay |
Apakah Teman-teman tahu berapa persentase iuran BPJS JHT?
Siapa saja yang iuran?
Apakah full dari perusahaan atau ada potongan gaji dari karyawan?
Di blog ini, saya akan berbagi pengalaman tentang BPJS jaminan hari tua atau yang dulunya dikenal dengan nama Jamsostek. Lebih tepatnya, pengalaman pak suami karena saya kan ibu rumah tangga.☺
Pada 2012 saat masa kerja pak suami sudah 5 tahun, dia merasa bahwa tabungan JHT sangat kecil. Tabungan ini jika diproyeksikan saat pensiun mungkin tidak lebih dari 200jutaan. Nilai yang tentunya sangat kecil di masa tua nanti. Pak suami menghitung perkiraan ini dari laporan JHT. Tiap tahun pak suami mendapat laporan tabungan JHT dari Jamsostek. Dengan perkiraan ini apa kami perlu jaminan pensiun lain?
Pak suami galau karena beberapa temannya ada yang sudah ikut kepesertaan pensiun dari provider sebelah. Bermula dari kegelisahan ini pak suami melakukan riset kecil-kecilan. Dari mulai menganalisa besar-kecilnya iuran sampai besarnya hasil investasi di Jamsostek. Namun riset ini tidak menghasilkan apa pun karena akses saat itu belum online. Pusing pala pak suami kalau menghitung manual.-.-
Setelah Jamsostek berganti nama menjadi BPJS Ketenagakerjaan, sistem mulai berubah dan tentunya pesertalah yang paling banyak diuntungkan. Perubahan ini antara lain mulai dari komunikasi dua arah yang lebih lancar, monitoring JHT secara online, bahkan pengajuan pencairan pun sudah bisa online.
Just info bagi yang belum tahu, penghitungan iuran jaminan hari tua terdiri dari karyawan dan perusahaan. Besaran iuran JHT yaitu:
*perusahaan berkontribusi 3,7%
*karyawan sebesar 2%
Jadi iuran JHT besarnya 5,7%. Hal ini diatur dalam PP No.46 tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Hari Tua.
Pertanyaannya, iuran 5,7% dihitung dari gaji yang mana? Apakah gaji pokok atau take home pay?
Nah, saya punya cerita yang menarik nih. Masih seputar pengalamannya pak suami.
Pada tahun 2014 pak suami rutin memonitor tabungan JHT dan kegelisahan yang sama di tahun 2012 kembali datang. Akhirnya dia memberanikan diri riset ke temannya yang sudah sering pindah kerja tentang gaji yang dihitung sebagai acuan JHT. Apakah gaji pokok atau take home pay?
Karena jawaban dari rekan kerja yang berbeda, pak suami mencoba menanyakan langsung ke facebook fanpage BPJS Ketenagakerjaan yang kebetulan adminnya sangat aktif di FB. Percakapannya seperti ini
Tanya Jawab Pak Suami dengan BPJS via Facebook |
Dengan acuan jawaban dari admin BPJS, pak suami memberanikan diri email ke HRD Manager dan Direktur Operasional serta cc ke satu tim divisi di tempat dia bekerja. Untungnya, HRD Manager merespon dengan baik. Pihak perusahaan menjawab akan melakukan studi lebih lanjut tentang itu.
Setelah berjalan beberapa bulan, pak suami kaget karena gajinya dipotong lebih banyak dari biasanya. Tentu saja hal ini sempat menghebohkan dan menjadi pertanyaan besar bagi seluruh karyawan yang lain. Setelah berkomunikasi langsung dengan HRD, pak suami baru tahu kalau BPJS Ketenagakerjaan sudah dihitung dari gaji total atau take home pay.
Dalam PP No.46 tahun 2015 pasal 17 ayat 2 menyebutkan bahwa besarnya iuran peserta BPJS JHT selain non pemerintahan dihitung dari upah pokok dan tunjangan tetap.
PP No.46 Tahun 2015 |
Tunjangan tetap di sini artinya tunjangan yang bersifat tetap tiap bulannya misalnya uang transport, tunjangan jabatan, dll. Bila ada bonus atau uang lembur atau tunjangan yang berubah setiap bulannya maka tidak dihitung dalam penghitungan JHT.
Dengan adanya perubahan penghitungan iuran JHT maka ada pengurangan gaji yang diterima pak suami. Namun saya dan pak suami nggak galau karena potongan gaji masuk ke tabungan BPJS JHT. Toh tabungan tersebut juga akan kembali ke kita, peserta BPJS JHT. Kami sepakat tidak akan mencairkan tabungan JHT sebelum pak suami pensiun.
Pelayanan dengan sistem online pun membuat semuanya lebih praktis dan hemat waktu. Pak suami lebih mudah memonitor tabungan JHT-nya. Tiap berapa bulan sekali pak suami cuma ngasih screen shoot jumlah tabungan JHT lalu dikirim ke saya via whatsapp. Simpel banget kan? Alhamdulillah, sekarang jumlahnya sudah lumayan.^-^
Selain simpel dalam sistem online, tabungan BPJS JHT ini juga fleksibel penggunaannya. Misalnya, peserta pindah kerja maka yang bersangkutan boleh membuat tabungan yang baru atau melanjutkan yang lama. Jika membuat JHT baru maka tabungan JHT yang lama bisa dicairkan.
Mengingat besarnya manfaat tabungan JHT untuk hari tua nanti maka sudah sepantasnya kita peduli dengan jaminan hari tua supaya kelak saat pensiun bisa bahagia.
Anyway, kantor kamu sudah menerapkan BPJS JHT apa belum? Hayo, penghitungannya dari gaji pokok atau take home pay nih? Dicek ya dari sekarang.^-^.
Dulu..aku peserta jamsostek juga mb. Tapi karena resign..JHT nya tak ambil sebelum pensiun. Iya, JHT penting menurutku..meski awalnya kepotong..tapi ada "keamanan" financial di hari tua.
ReplyDeleteIyap, tapi lama2 ga berasa potongannya ya Mba.
Deleteaku baru tahu loh mba kalo hitungannya dari upah pokok dan tunjangan tetap. terima kasih infonya mba :D
ReplyDeleteTuh kan.
DeleteSama2, ya. :D
makasih infonya akan aku beritahu anakku
ReplyDeleteSama2, bu Tira.^-^
Deletenice info mba, pensiun harus bahagia dan sehat serta cukup uang he he he he
ReplyDeleteSetuju banget, Mba Fit.^-^
Delete