PCO oh PCO

Ini merupakan kelanjutan cerita saya untuk mendapatkan momongan.

Setelah dari dokter lalu ke pengorbatan alternatif, kami kembali lagi ke dokter. Atas dasar belum mempunyai keturunan, maka saya memutuskan untuk resign pada Oktober 2013. Saya ingin istirahat, jauh dari capek dan stres. Saya dan pak suami pada pertengahan Juni lalu memutuskan kembali ke RS Bunda, tetapi kami ganti dokter, mencari opini lain.

Setelah sebelumnya dengan dr.Shinta Utami, kami konsultasi dengan dr. Tyas Priyatini. Mengapa? karena beliau perempuan dan praktiknya sore, yakni Senin dan Jumat jam 5 sore sampai jam 7 malam. Enaknya dengan dr. Tyas, jumlah pasiennya dibatasi cuma 10 orang. Kalau mau konsul, saya biasanya pagi telepon, lalu sore mengambil nomor antrian. Ya, nomor antrian sesuai kedatangan pasien, siapa cepat dia dapat. 

Seperti biasa, saya di USG (lagi). Dari hasil tersebut, saya ternyata terkena PCO. Mengapa di dokter yang dulu nggak muncul PCO ya? Entahlah, apa dokternya yang nggak teliti atau memang saya saat itu nggak ada PCO. Jujur saja, dr. Tyas sih nggak banyak memberikan info tentang PCO, saya yang aktif mencari tahu dan saat konsul tiba, saya banyak bertanya ini dan itu. 

PCO adalah keadaan dimana indung telur mengandung 12 folikel atau lebih. Ini bukan kista, melainkan folikel-folikel kecil yang berukuran 5-7 mm. Ternyata saat ini PCO buanyak buanget dijumpai pada perempuan. Faktor gaya hidup menjadi salah satu penyebab, misalnya suka makan junk food, merokok,polusi, dll. 

Sumber Klik

Setelah dipikir-pikir, beberapa kejadian yang saya alami memang mengarah ke PCO. Selain hasil USG seperti gambar di atas, biasanya penderita PCO mengalami hal-hal berikut :

*Haid tidak teratur. Ketika haid, bisa hanya bercak-bercak, waktunya cuma sebentar atau malah sering nggak datang. Kalau saya pribadi, siklus haid memang tidak teratur. Kadang kalau haid hanya bercak-bercak, apalagi kalau saya sedang stress atau capek. 

*Adanya tanda hormon laki-laki yang tinggi atau hiperandrogen, misal berbulu, kumis, berjerawat. Nah, sepertinya saya juga hiperandrogen nih karena bulu kaki saya banyak *ups* dan dulu waktu SD sampai kuliah muka berjerawat parah dan sempat berobat ke dokter kecantikan di Semarang. Alhamdulillah, sekarang sudah nggak jerawatan lagi tapi bulu kaki teuteup banyak.

*Biasanya gula darah meningkat, apalagi jika ada keturunan diabetes. Lagi-lagi saya hampir termasuk kategori ini karena bapak penderita diabetes mellitus. Alhamdulillah, waktu tes gula kemarin kadar gula saya masih normal.

Lalu apa yang dokter lakukan waktu itu?
Saya disuruh tes gula dan progesteron. Dari hasil lab, kadar gula saya normal dan kadar progesteron 5,71. Alhamdulillah kadar progesteron naik dari yang dulunya 0,05. 

Lalu apa saran dari dokter?
Menjaga pola makan agar mengurangi manis dan gorengan serta mengatur stres. Ya, semua orang pasti stres tapi tinggal bagaimana kita mengelola stress tersebut agak tidak berefek negatif pada diri kita sendiri. 

Lalu apa yang dokter berikan?
Obat profertil dan metformin. Ini obat penyubur dan obat untuk menjaga kadar gula agar tidak naik. Biasanya obat ini sepaket untuk penderita PCO. Profertil biasanya diminum haid hari kedua dengan waktu yang tetap. Misal jika minumnya jam 8 delapan pagi, diusahakan jam segitu terus. Hal ini berbeda dengan metformin, yang diminum sesuai dosis yang dianjurkan sebanyak tiga kali dalam sehari.

Awalnya dosis obat yang diberikan 250 mg untuk metformin dan 1 tablet untuk profertil. Lalu hari ke-21 dari haid pertama, saya lab progesteron. Hasil progesteron kedua malah turun dari 5,71 menjadi 0,57. Waduh, sediiih banget ketika tahu hal ini. Kemudian dr. Tyas menaikkan dosis obatnya. Ampuuuun. Begitu terus seperti siklus yang nggak ada hentinya. Dosis obat naik-mens-hari ke21 lab progesteron. Saya melakukan ini sebanyak dua kali. Di hasil tes progesteron terakhir, malah turun lagi, yakni cuma 0,25. Huhuhu lumayan bokek juga buat membayar dokter, USG, beli obat (yang mahal profertil), dan tes progesteron. Semakin tinggi dosis obat, biaya untuk obat semakin mahal pula.

Begitu mengetahui terkena PCO, saya lalu googling dan mencari solusinya. Memang, saat ini PCO belum ada obatnya. Tapi ini tidak termasuk dalam kondisi berbahaya atau merenggut nyawa. Hanya mengatur pola hidup sehat dan menjaga BB ideal *saya masih kelebihan 6 kg dari BB ideal*. Lalu apa yang saya lakukan?

#Olahraga
Ya, minimal tiga kali seminggu saya berolahraga. Nggak perlu yang berat, yang penting teraturnya. Saya beroalahraga sore hari di rumah, pakai alat, bergerak sendiri sesukanya asal teratur dan ada hitungannya. Berolahraga sambil mendengarkan radio oke juga tuh.

#Beras merah
Saya mengganti konsumsi beras putih ke beras merah sejak sebulan lalu karena beras merah tinggi serat dan kadar gulanya lebih rendah dibanding beras putih. Etapi kemarin waktu mau beli beras merah ternyata stok di pedagang habis, jadinya terpaksa beli beras putih *huhu*. Jujur, saya lebih suka makan beras merah karena irit. Kapan-kapan deh saya ceritain.

#MSG
Sejak dulu kalau memasak saya nggak pakai micin tapi masih pakai m*s*ko, kalau beli bakso atau mie ayam juga pesennya gitu. Dua tahun terkahir, saya memasak tanpa micin dan m*s*ko. Meski awalnya aneh, lama-lama akan terbiasa.

#Jus
Sudah 1,5 bulan setiap pagi saya minum jus sebelum sarapan. Seringnya jus wortel dan tomat. Kalau jus yang rasanya asam, perut saya masih belum kuat menerima. Pernah suatu kali saya membuat jus pisang dan ubi ungu. Enak lho ternyata. Kadang juga saya membuat jus stroberi dan bit, atau wortel+stroberi+bit. Dalam membuat jus, saya nggak pakai gula dan susu. Jadi cukup buah dan air secukupnya. Usahakan jangan terlalu encer. 

Nah, di samping hal-hal tadi, saya dan pak suami rutin ke dokter sesuai jadwal yang ditetapkan. Biasanya sih jadwal ambil lab progesteron langsung konsul ke dokter, irit waktu dan biaya transport. Jujur, sampai saat ini saya dan pak suami galau berat. Kalau ada bumil yang perutnya gedhe, saya tatap lekat-lekat, sambil berdoa semoga bisa seperti mereka. Saya juga agak strss lagi. Akhirnya, hari Senin kemarin saya dan pak suami memutuskan ganti dokter (lagi) dan ikut dalam klinik morula. Klinik ini khusus menangani infertilitas. Dokternya Spog juga cuma harganya yang beda. Ditangani dengan dokter khusus infertilitas biaya dokternya dua kali lipat dan printilan-printilan USG-nya banyak banget lho, beda kalau ditangani dokter spog biasa.

Misalnya kalau dengan dokter spog biasa, di kwitansi tertera biaya dokter, USG, biaya umum RS. Nah di dokter morula ada biaya dokter (dua kali lipat dari dokter spog biasa), tindakan USG, alat ultrasonograph, kondom sutra, biaya umum RS. Hhhhmm karena kasus saya di luar kehamilan, jadi tidak ditanggung asuransi alias bayar sendiri alias bokek berat *gakpapa namanya juga ikhtiar*. Nah, apa yang dilakukan dokter morula tersebut? Klik di sini ya..

12 comments

  1. untuk biaya dokter ny brp y mb??

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hai mba..
      Kalau di RS Bunda Depok, spog biasa sekitar 100rban.
      Kalau spog yang bag morula sekitar 200rban..

      Delete
  2. msh murah y mb, di cinere spog biasa udh 200rbu
    thx y mb info ny

    aq jg udh 4th belum ada tanda2 nii.....
    smga kta cepet2 di prcaya utk pnya momongan y mb sm allah
    aamiin

    ReplyDelete
  3. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  4. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  5. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  6. Slm kenal mb, aq dh 3thn jg blum ad tanda2, dh analisis sperm&hsg hasilny normal smua, tp dokter blum nyaranin tes progestrn dll.
    klo tes progestrn tu prosedurny gmn mb?biaya brp?

    ReplyDelete
  7. Slm kenal mb, aq dh 3thn jg blum ad tanda2, dh analisis sperm&hsg hasilny normal smua, tp dokter blum nyaranin tes progestrn dll.
    klo tes progestrn tu prosedurny gmn mb?biaya brp?

    ReplyDelete
  8. Slm kenal mb, aq dh 3thn jg blum ad tanda2, dh analisis sperm&hsg hasilny normal smua, tp dokter blum nyaranin tes progestrn dll.
    klo tes progestrn tu prosedurny gmn mb?biaya brp?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Salam kenal, Mba.
      Kalau semua normal, bagus Mba. Nunggu saran dokter aja.
      Prosedurnya ada rujukan dari dokter lalu ke lab.

      Delete
  9. baiklah, ternyata masih lanjut ke halaman selanjutnya, saya lanjut

    salam,
    ara

    ReplyDelete