Sosialisasi dengan Tetangga

Sejak pindah rumah pada September lalu saya merasakan kehidupan sosial yang lebih baik. Artinya, sosialisasi dengan tetangga lebih baik dibanding dulu. Di rumah lama memang kehidupan sosialnya kurang baik padahal itu di kampung, loh. Kata orang, tinggal di kampung lebih guyub dan terasa persaudaraannya.

Tapi ini nggak saya alami. Jadi, kondisi lingkungan di tempat lama masih sepi. Tetangga cuma ada dua di sebelah kiri. Bagian depan dan samping kanan masih kebun. Ada juga beberapa kontrakan tapi sepi. 

Bukannya nggak mau bersosialisasi dengan tetangga tapi perbedaan umur dan (maaf) pemikiran yang sangat berbeda membuat saya kurang nyaman dalam mengobrol. Pernah satu kali saya senyum dan ramah kepada beliau, ujung-ujungnya malah minta diutangin. Sebel nggak sih kalau diginiin? Saya termasuk orang yang cukup tegas, sekali ngutangin beliaunya bakal ketagihan. Jadi say NO ketika ada yang minta utangan. 

Untuk beberapa orang yang saya anggap kurang nyaman kadang saya menjaga jarak dan bicara seperlunya saja. Toh bagi saya bersosialisasi nggak cuma sekadar itu. Dengan ikut pengajian dan arisan di kampung membuat saya kenal beberapa dari mereka. Melalui kegiatan tersebut saya juga tahu perkembangan di kampung meski saya kurang aktif. Ya, ini adalah salah satu hal yang nggak enak ketika tinggal di perantauan, di kampung pula, dan nggak ada saudara sama sekali. 

Tapi kini ada kabar gembira sejak tinggal di lingkungan baru, hal-hal yang dulu nggak enak sekarang berubah 180 derajat. Sampai saat ini (berarti sudah 3 bulan) kehidupan komplek yang biasanya lu-lu-gue-gue masih dalam batas wajar. Maksudnya masyarakat di komplek yang saya tinggali masih guyub dan kompak. Dengan adanya smartphone, kegiatan komunikasi juga berlanjut di dunia maya melalui aplikasi chatting. Hal-hal yang dibahas juga seputar perbaikan kehidupan komplek. Semua dari warga dan untuk warga.

Mungkin hal inilah yang membuat saya dan pak suami mulai betah dengan kehidupan di lingkungan baru. Tetangga umurnya juga nggak jauh beda membuat pembicaraan jadi seru karena nggak terlalu njeglek roamingnya, hahaha. Ada saja yang jadi bahasan di grup whatsapp baik bapak-bapak maupun ibu-ibu. Mulai masalah security, futsal, sampah, fasos dan fasum komplek, kumpul-kumpul, makan bareng, senam, dan tentunya pengasuhan anak. Sejauh ini saya masih enjoy dengan pembahasan tersebut. 

Yup, komplek saya terbilang baru. Dari total seratusan unit baru separuh yang laku itu pun nggak ditempati semua karena ada rumah yang digunakan untuk investasi. Meski demikian, jumlah warga yang sudah hampir 50-an sangat kompak dan guyub. Masing-masing grup baik bapak maupun ibu mempunyai kegiatan yang tujuannya untuk menambah keakraban. Kalau bapak-bapak seringnya sih futsal tiap hari Minggu dan kumpul sambil bakaran kalau weekend atau menjelang libur. Sedangkan ibu-ibunya seringnya kumpul untuk makan bersama. Semua itu dilakukan secara gotong royong atau saweran sukarela. Apa yang ada di rumah dikeluarkan. Seru deh kalau gini. 

Meski demikian, saya juga tetap menjaga diri ketika berkomunikasi dengan mereka baik secara offline maupun online. Sebisa mungkin saya menghindari pembicaraan yang menyangkut privasi seseorang atau kehidupan tetangga. Kenapa? Gini, lingkungan yang kita pilih sekarang biasanya akan menjadi lingkungan yang nggak cuma ditempati setahun atau dua tahun aja kan? Kalau bisa hidup aman, nyaman, dan tentram di situ sampai tua. Nah, kalau semisal pembicaraan kita menyinggung atau menyakiti tetangga dan ada yang jutek sama kita, lah kitanya kan yang nggak enak dan nggak nyaman. Apalagi saya termasuk newbie di komplek jadi masih perlu adaptasi. Sebisa mungkin bicara seperlunya saja. Kalau nggak nyaman biasanya saya nggak keluar rumah atau nggak ikut nimbrung. 

Beberapa hal yang saya dan pak suami terapkan dalam bersosialisasi dengan tetangga yaitu:

1. Salam, Senyum, Sapa

Yup, ilmu dari Aa Gym ini memang tokcer diterapkan nggak cuma untuk tetangga tapi juga untuk security. Setiap ketemu mereka usahakan untuk menyapa dan tersenyum. Meski terlihat sepele tapi dampak bagi yang disenyumin besar loh. Mereka berasa diperhatikan dan dihargai sebagai sesama. Rasanya nyess kalau ada tetangga yang menegur dan menyapa meski cuma sapaan "mari, Pak." Betul?

2. Bicara Seperlunya

Seperti yang saya tulis tadi, kalau bisa bicara seperlunya saja baik offline maupun online. Kalau ada ibu-ibu sedang nimbrung, dilihat dulu kira-kira mereka ngobrol hal-hal umum atau privasi. Kelihatan dari keras nggaknya mereka ngobrol kok. Kalau pelan berarti agak privasi, hindari saja kalau kita nggak tahu topiknya. Dan, jangan sampai kita cerita masalah pribadi atau masalah rumah tangga ke tetangga. Usahakan untuk nggak melakukan hal ini karena tetangga adalah orang yang setiap hari kita ketemu. Kalau mereka tahu urusan dapur kita kan nggak sopan dan gawat juga. Kalau misal mereka cerita ke tetangga yang lain, bisa berabe tuh urusannya. Betul kan?

Sedangkan kalau di grup whatsapp, saya dan pak suami tetap bicara seperlunya. Kalau ada hal-hal yang memang perlu dikomentari ya berikan komentar sewajarnya. Kalau pembicaraan grup agak sensitif ya jadi pembaca saja. Dan, jangan lupa beri apresiasi emoticon senyum atau ucapan 'terima kasih' jika ada yang memberikan info bermanfaat. Jadi, orang yang memberi info merasa dihargai. 

3. Ikut Aturan

Sebagai warga baru, saya dan pak suami berusaha untuk bisa membaur dengan warga lama. Salah satunya dengan ikut aturan, misal ikut iuran bulanan atau ikut arisan. Dengan cara ini, sosialisasi lebih mudah karena kalau bertemu atau gabung dengan mereka nggak ada rasa kikuk karena kita sama. Kalau misal kita sendiri yang nggak ikut iuran kan nggak enak juga kan? Malah jadi bahan omongan tetangga loh nantinya. 

4. Berbagi

Suka berbagi dengan tetangga itu ada enaknya, loh. Berbagi di sini bisa apa saja, misal makanan, peralatan rumah tangga, atau tenaga. Biasanya sih acara yang digawangi secara bersama-sama akan terasa guyub dan rame kalau banyak donaturnya. Dijamin bakalan berkesan dan biasanya sisa makanannya banyak. Kalau sisa, pasti kembali ke kita kok karena akan dibagi rata. 

Jadi, jangan pelit kalau punya sesuatu atau barang yang dibutuhkan warga. Pikirkan juga, kalau suatu saat nanti kita yang butuh, pasti mereka akan balik menolong kita kok. Pasti itu. 

Tetangga katanya saudara kita yang terdekat. Dan, saya merasakannya sekarang karena nggak punya saudara di Depok. Alhamdulillah, punya tetangga yang baik dan peduli membuat hidup saya dan pak suami lebih bermakna. Jadi, sayangi tetangga kita dan berikan yang terbaik untuk mereka karena suatu saat kita pasti butuh mereka.  

32 comments

  1. ah, jadi betah ya kalau udh begitu

    ReplyDelete
  2. setuju Mbak. bergaul tetap dibatasi ya meski inginnya akrab. apalagi sudah berkeluarga. pasti ada aja rahasia yg harus dijaga.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iyap, betul bgt. Dapur msg2 orang beda ya, Mba.

      Delete
  3. dari fotonya kompleknya mba Pipit asri banget yaa.., seru deh..

    komplek perumahan saya juga lumayan asik meski pun jarang bertegur sapa karena kesibukan masing2 namun saat ada acar biasanya akan membaur..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya, makasih Mba.
      Hu um, ada tuh yg begitu. Yg ptg masih membaur, Mba krn tiap org pny kesibukan masing2.

      Delete
  4. Jadi nyaman ya mbak tinggal di sana, itu salah satu enaknya tinggal di komplek, aku dari kecil tinggalnya di komplek :)

    ReplyDelete
  5. tetangga bisa dibilang saudara pertama , alhamdulillah sdh mulai betah ya :-)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Alhamdulillah..
      Makanya sy bersikap baik dgn tetangga :)

      Delete
  6. setuju. Memang gak selalu yang tinggal di komplek itu masing-maisng. Bisa akrab juga, kok. Apalagi kalau seumuran, ya

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hehehe, bener. Mgkin krn seumuran itu Mba jadi kompak.

      Delete
  7. Seru ya kalau bisa akrab gitu. Bisa 'piknik' gitu pulak... ngga pake keranjang rotan ya Mbak?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hehehe kuwi piknik neng taman komplek sing metu panci, nampan, toples.

      Delete
  8. kompak bener yaaa piknik gitu dengan tetangga hihihi...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Yoiii, piknik di taman komplek, jadi ga perlu duit banyak :)

      Delete
  9. seru ya antar tetangga seakrab itu .. kalau di sini saya pada sibuk sendiri gapernah tuh ada acara kumpul apapun .. kecuali dalam rangka maulid atau rajab pengajian di mesjid samasama..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya, Mba. Alhamdulillah.
      Wooo, kalau jarang kumpul krg akrab juga ya rasanya.

      Delete
  10. tetangga masa gitu, hehee banyak lah yang terjadi dengan tetangga ya. Bener banget tuh, kalau saling emnyapa dan menebar salam, bakalan terbawa juga kitanya ya, Mbak...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Bener bener banyak yg tjd ama tetangga, hehehe.
      Hal tsb simple tapi efeknya positif ke kitanya, ya, Mba.

      Delete
  11. Aku juga kadang suka males ma yg dikitdikit ngutang, gimana ya...jadi bikin bingung ya mb klo pas kejadian diutangin, seringnya ga dibslikin, sementara kits spend dg segitu cermat n rajinnya ya buat menuhin kebutuhan mendesak, e uda terkumpul masa enak bgt langsung ada yg mau (katsnya sih) pinjem

    ReplyDelete
  12. Samaaa.....tetangga tetanggaku udah ibu ibu paruh baya semua, dan aku psling bingung ngimbangin obrolan

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hahaha iya, males ngutangin.
      Tapi klo sama orang yang bisa amanah, sayanya ga papa Mba. Liat2 orangnya dulu.

      Hehhehe tetangga lama saya yg byk paruh baya. Alhamdulillah skrg banyak yg seumuran.

      Delete
  13. Tetanggaku yang sekarang udah kaya sodara, mba wid. Baik banget

    ReplyDelete
  14. Alhamdulillah sudah nyaman di lingkungan yg baru. Semoga betah seterusnya sampai anak cucu ya :))

    ReplyDelete
  15. Mohon maaf kalau boleh tahu nama perumahannya apa ya?saya juga sedang cari2 rumah

    ReplyDelete
  16. Mohon maaf kalau boleh tahu nama perumahannya apa ya?saya juga sedang cari2 rumah

    ReplyDelete
    Replies
    1. Saya pernah nulis ttg komplek yang ada di Depok.
      Silakan klik ini, kalau mau menambah referensi
      http://www.pipitwidya.com/2014/11/jelajah-komplek-di-depok.html

      Delete