Profesionalitas Kerja di Sektor Migas

Saya nggak kerja di sektor migas, lho ya.

Yang saya ceritakan adalah hasil ngulik pak suami yang sampai tulisan ini dibuat, kebetulan beliau masih bekerja di industri migas. Pak suami bekerja di sektor migas sudah 8 tahun, tepatnya di bidang EPC (Engineering Procurement Construction). Saat ini pak suami bekerja di kantor yang sahamnya dimiliki oleh Indonesia dan Jepang. 

Kenapa saya nulis ini?

Sebab ada yang bilang ke saya kalau punya suami yang bekerja di sektor migas itu enak karena konon katanya gajinya besar. Hhhhmmm, saya tertawa saja mendengar ocehan seperti itu. Ketika hal ini saya sampaikan ke pak suami, beliau cuma senyam-senyum. Artine apa jal? hahahahaha. Kata pak suami, gaji besar itu tergantung profesionalitasnya. Memang sih profesionalitas di sektor migas sangat dibutuhkan. Karena kalau nggak profesional dan nggak tahu prosedur yang benar, bahaya pasti mengancam.

Sudah jadi rahasia umum kalau sektor migas di Indonesia masih menduduki posisi teratas yang dicari para pencari kerja. Berdasarkan sumber yang bisa dibaca di sana dan sini, memang industri migas menduduki posisi yang mentereng dalam daftar gaji terbesar di Indonesia. Daftar gajinya sungguh menggiurkan sehingga banyak pencari kerja yang menginginkan bekerja di sektor ini. Itu daftar gaji menurut survey lho ya, belum tentu sama dengan kenyataannya, hahahaha. 

Asal tahu aja kalau kantor migas itu banyak departemennya. Ada bagian engineering seperti process, petroleum, mechanical, electrical, civil, process safety, instrument, dan operation. Untuk non engineering juga ada HRD, finance, supply chain management. Dan masih banyak lagi kalau diuraikan satu per satu. Semua tergantung besarnya perusahaan, bidang, serta kebutuhannya. Semua bagian tadi gajinya beda-beda. Yang membedakan tentu saja skill dan pengalaman. 

Pak suami bekerja di on shore bagian process engineering, beliau nggak mau kalau disuruh bekerja off shore. Bekerja di off shore memang gajinya lebih besar dibanding on shore. Namun perlu diingat juga faktor risiko di off shore jauh lebih banyak dan nyawa taruhannya. Nggak main-main, kan? 

Iya, bekerja di off shore biasanya sistemnya 2 minggu kerja - 2 minggu libur. Atau mungkin ada yang sebulan. Itu tergantung kebijakan masing-masing kantor, sih. 

Bekerja di lepas pantai tentu nggak mudah karena para pekerja tersebut harus meninggalkan keluarga dan hidup di laut dengan tim yang itu-itu saja. Di sini, semua harus dihitung dengan detail seperti kebutuhan logistik dan HSE-nya. Dan, pekerja yang hidup di laut harus menghadapi berbagai faktor risiko yang besar seperti cuaca ekstrim yang nggak bisa diprediksi. Bekerja dengan tim yang sama, hiburan terbatas, serta faktor risiko yang tinggi tentu akan mengakibatkan pekerja mengalami tingkat kejenuhannya yang besar. Maka dari itu, biar nggak jenuh dan puyeng, obatnya ya gaji yang besar, hahahahaha. 

Kalau di on shore gimana? Ya sama saja.

Jadi gini, pak suami pernah ditugaskan ke site yang ada di Jawa dan luar Jawa. Masing-masing site tentu beda medannya meski hampir sama. Selama di site, biasanya para pekerja akan tinggal di mess supaya kalau berangkat ke tempat proyek bisa barengan. Begitu juga dengan pulangnya.

Lokasi proyek migas di site biasanya agak jauh dari rumah penduduk atau penginapan. Pekerja lapangan biasanya akan berangkat dan pulang naik mobil jemputan bersama-sama. Mobil di sini bisa saja pick up, nggak cuma mobil-mobil yang umum digunakan. 

Mereka berangkat dan pulang bareng karena masalah lokasi. Kalau di Jawa, lokasinya bisa dibilang cukup aman. Kalau di luar Jawa, sangat menyedihkan. Beberapa tahun lalu, pak suami pernah bertugas di site yang ada di Palembang. Lokasi proyeknya di hutan, jauh dari mana-mana. Kalau mau telepon ke saya harus susah payah cari sinyal. Saat malam, pekerja nggak berani keluar karena masih banyak hewan buas di sekitar lokasi proyek. Kalau mau keluar lokasi, biasanya diantar jemput oleh warga lokal yang tahu seluk beluk hutan. Tuh, sesuatu banget, kan?

Baru-baru ini pak suami cerita kalau temannya yang ada di site mengalami kecelakaan kerja dan sempat bikin heboh di kantor. Temannya sudah memakai wearpack namun kurang taat pada prosedur. 

Sebut saja namanya X, seorang supervisi operator di lapangan. Ceritanya si X lagi filling tank yang isinya bahan kimia berbahaya yaitu fenol. Sebenarnya tugas pengisian fenol bukan job desk si X tapi karena disuruh atasan maka dia lakukan juga. Di tempat pengisian tersebut ada lambang 'tengkorak' yang artinya bahan tersebut memang berbahaya. X nggak ijin ke bagian HSE dulu, asal isi tank aja. Nah, ngisi tankinya pakai portable pump. Ketika mau pasang pompa, si X kelupaan pasang klem atau klemnya kurang kenceng. Pas X mulai menjalankan pompa, selangnya copot terus fenolnya nyembur ke mana-mana. Meski sudah pakai wearpack tapi badan X kena juga. Berhubung si X nggak langsung lepas wearpacknya, beberapa bagian di badan X mengalami luka bakar yang cukup parah.

Kata pak suami, wearpack didesign tidak waterproof/chemicalproof. Jadi ketika ada bahan kimia membasahi wearpack maka badan akan terpapar bahan kimia tersebut. Si X langsung mandi di safety shower tetapi karena dia malu telanjang, wearpacknya malah dipakai lagi. Hal ini membuat X terpapar fenol lebih lama. Seandainya dia nggak memakai wearpack lagi, kemungkinan luka bakarnya nggak tambah parah. 

Beberapa kejadian yang saya ceritakan di atas hanyalah sedikit cerita bagi mereka yang bekerja di sektor migas. Bekerja di bidang ini memang membutuhkan skill sesuai keahlian masing-masing. Selain itu, ilmu pengetahuan juga harus diupdate karena perkembangan ilmu dan software di sektor migas lumayan cepat. 

Memang, bekerja di sektor mana pun butuh profesionalitas. Tapi di sini saya hanya ingin menceritakan bahwa bekerja di sektor migas yang konon katanya gajinya gedhe cukup wajar mengingat keahlian dan pengalaman yang dibutuhkan serta faktor resiko yang tinggi. 

Tapi jujur ya, saat ini industri migas lagi lesu banget karena harga minyak dunia yang jatuh dan juga embargo Iran sudah dicabut (jadi apa enggaknya, kurang tahu pasti hahahaha). Kondisi ini tentu membuat saya, sebagai istri seorang kuli yang kerja di bidang ini agak ketar-ketir. Kabarnya dua perusahaan raksasa dunia sudah merumahkan ribuan karyawannya. 

Gimana kabarnya kantor pak suami?

Alhamdulillah, kantornya pak suami sampai tulisan ini dibuat masih aman dan belum ada PHK (duh, jangan sampai terjadi, ya). Meski tergolong aman namun kenyataannya kantor pak suami melakukan 'diet' ketat. Beberapa kebijakan yang dulu ditetapkan dan agak longgar sekarang nggak ada.

Misalnya nih, aturan makan malam gratis yang dulu dibagikan pukul 7 malam diganti pukul 8 malam. Artinya apa? Biar karyawanan nggak pada lembur atau pura-pura lembur untuk mendapatkan makan malam gratisan, hahahaaha. Kalau sedikit karywan yang lembur berarti pengeluaran kantor untuk makan malam dan uang lembur juga sedikit, kan?

Mirisnya, sudah 2 tahun lebih kantornya pak suami nggak ada kenaikan gaji. Huhuhuhu, sedih banget, deh. Meski gaji cukup tapi karena cicilan KPR yang gedhe, berasa kurang tuh gajinya.*curcol, hahahaha. 

Ketika saya curhat masalah ini ke pak suami, beliau cuma bilang gini,

"Semua memang harus disyukuri. Berapa pun gajinya kalau merasa cukup ya cukup. Pintar-pintarnya kita mengatur keuangan. Kalau kita nggak pernah puas dan merasa bersyukur, mau gaji sebesar apa pun nggak akan pernah cukup."

Setelah mendengar nasihatnya pak suami, hati jadi plong, deh. Rasanya adem tapi tetep ya masih berharap ada kenaikan gaji, hahahahaha.*Istri matre yang realistis*

Jadi, buat yang penasaran gimana bekerja di sektor migas semoga mendapat gambaran meski masih abstrak, hahahahaha. Etapi kalau untuk pegawai adminnya biasanya sih nggak ditempatkan di site. Mereka biasanya di HO (head office) mengurus kelancaran administrasi. Gajinya berapa kalau admin migas ya? 

8 comments

  1. pak suami pasti IPKnya tinggi tuh semasa sekolah..hehehe *minder
    mampir ke http://kumpul-bacaan.blogspot.co.id jg ya!

    ReplyDelete
    Replies
    1. Heheheehe, jangan2 ini temen kuliahnya ya?

      Delete
  2. ha, ha, anak teknik mah dulu jadi pujaan perempuan katanya loh. Dan mereka suak diperhatikan , krn temannya jarang yang perempuan

    ReplyDelete
  3. semua sebanding dengan apa yang diusahakan ya, mak

    ReplyDelete
  4. beberapa temanku ada juga yang di migas mak, ada yg off shore ada juga yang di belakang meja aja. Tapi dari mata celamitan kaya saya..emang sihh kayanya gajinya gede yaaak..rumahnya pada mentereng..hihihih..tapi dari tulisan mak jadi tahu deh gaji gede sebanding sama resikonya

    ReplyDelete
    Replies
    1. Nah itu dia. Ada resiko di balik gaji yg besar itu.

      Delete