Rupa-rupa Manusia

Melihat aktivitas orang lain adalah salah satu hal yang sangat saya sukai tiap berada di luar ruangan. Siapa tahu saya bisa menangkap 'aha moment' mereka. Manusia yang terus bergerak dan berjalan demi sebuah tujuan.

Selama tinggal di Jepang, saya melihat kehidupan yang hampir sama setiap harinya. Orang-orang berpakaian dengan warna netral dan tidak terlalu mencolok. Umumnya orang Jepang memakai baju dengan motif dan model yang simpel. Mereka berjalan terburu-buru seolah ada yang ingin dikejar atau segera dilakukan. Sedangkan saya seringnya berjalan santai sambil menikmati setiap momen yang saya lihat.

Konnichiwa

Ucapan tersebut sering saya dengar ketika mata ini tak sengaja melihat seseorang. Salam yang hangat dari seseorang yang tidak saya kenal namun entah mengapa hal ini membuat saya bahagia.

Senyuman yang ramah juga sering saya dapat ketika melihat anjing-anjing lucu yang mereka bawa. Sebenarnya saya takut sama anjing. Cuma anak saya suka sekali melihat anjing dan dia tertawa tiap melihat anjing yang lucu. Terpaksa saya berhenti sebentar untuk melihat anjing yang lucu dan melipir pelan-pelan saat anjing mulai mendekat.

Ketika melewati taman, saya sempatkan untuk berhenti sebentar. Melihat anak-anak bermain dengan riang di taman ternyata sangat mengasyikkan. Momen yang mengingatkan saat saya masih seperti mereka. Masa ketika belum memikirkan cicilan KPR atau besok mau masak apa, hahaha.

Nikmati masa kanak-kanakmu, Nak. Bermainlah sepuasnya.

Sekali waktu, saya pernah melihat seorang ibu yang menemani anaknya bermain di taman. Setelah si anak berbaur dengan temannya, si ibu duduk dan tak lama kemudian menangis. Saya kaget melihat si ibu menangis. Ternyata ada orang lain yang seperti saya. Kami berdua hanya saling berpandangan seolah mata kami bicara, ada apa dengan ibu tersebut.

Warga yang berusia lanjut juga tak kalah ramahnya. Saya masih mengingat sapaan dan senyuman kakek dan nenek saat melihat anak saya. Mayoritas mereka menyukai anak kecil. Entah karena anak kecil memang menggemaskan atau mereka rindu dengan tawa anak kecil.

Di sudut lain saya juga pernah melihat seorang anak berkebutuhan khusus di taman. Dia duduk di kursi roda ditemani bapaknya. Sayangnya, si bapak tidak membawa anak tersebut masuk ke taman. Mereka berdua di luar taman, memilih duduk dan menunggu di dekat lampu merah.

Saya terharu melihat anak tersebut tertawa lebar melihat teman-teman seusianya bermain di taman. Melihat anaknya bahagia, saya yakin si bapak juga merasakan hal yang sama.

Kadang saya juga kasihan melihat kakek-kakek yang hidupnya kurang beruntung. Mereka tampak lusuh dan membawa banyak barang di koper atau ransel. Entah bagaimana mereka bisa bertahan hidup dan melawan cuaca yang kadang tidak bersahabat. Di satu musim kadang bisa panas terik sekali sampai menyengat kulit. Di musim yang lain kadang dingin sampai menusuk tulang.

Di sebuah perempatan saya sering menjumpai seorang pria yang berdiri sambil memegang handphone. Tak lama setelah itu, datang seorang wanita. Lalu mereka berjalan bergandengan dan tertawa. 

Menyaksikan tingkah laku anak muda juga menjadi hal yang menarik. Cara mereka berpakaian, berdandan, tertawa, berkumpul, dan bergandengan membuat saya sedikit tersenyum mengingat seusia mereka.

Saat melihat anak muda ini kadang terlintas pertanyaan absurd yang saya ucapkan dalam hati, 

'Hei, kalau nanti kamu menikah apa kamu akan tetap seromantis ini sama pasanganmu?'



Hari berganti dan kini saya berada di tempat yang berbeda dengan sebelumnya.

Saya melihat rupa-rupa manusia yang lain. Mereka lebih beragam baik cara berpakaian, tutur kata, dan perilakunya.

Kadang saya tertegun melihat seorang bapak berpakaian singlet duduk di parkiran pasar. Ada pula seorang ibu yang memakai daster dan sarung khas daerah tertentu berjalan dengan santainya. Telinga ini juga tak asing dengan berbagai macam logat yang didengar, ada Jawa, Batak, Madura, Betawi, dll. Suara mereka terdengar kencang dan keras.

Apakah ini menandakan kehidupan mereka yang juga keras?

Tidak ada yang benar atau salah. Juga tidak ada yang baik atau buruk. Semua tergantung dari mana kita melihat. Saya bersyukur dalam hati karena Tuhan telah menciptakan rupa-rupa manusia yang menarik untuk dilihat. Rupa-rupa manusia yang tidak sama antara yang satu dengan yang lainnya. Rupa-rupa manusia yang bisa dijadikan guru kehidupan.

Mereka akan terus berjalan dan bergerak sampai batas yang telah dicukupkan kepadanya. Berjalan dengan arah yang berbeda namun dengan tujuan yang sama, yaitu untuk sebuah kebahagiaan.


PS: tumben amat saya posting seperti ini. Lagi bener kayaknya.😂

13 comments

  1. Melihat kehidupan manusia juga menarik ya mbak, terutama di kota besar, eh tapi di desa juga bagus kok.

    Mungkin di Jepang jarang ada anak kecil makanya kalo ada anak kecil mereka suka, kabarnya angka kelahiran di Jepang lebih kecil dari pada angka kematian.

    Selamat datang kembali di Indonesia mbak Pipit.😊

    ReplyDelete
    Replies
    1. Melihat rupa-rupa manusia di mana-mana sangat mengasyikkan. Nggak di kota juga di desa. Saya malah kagum dan banyak belajar dengan orang-orang di desa.

      Iya, Mas, angka kelahiran di Jepang memang kecil. Bahkan ada desa yang sepi dan sekolahnya tutup karena nggak ada anak kecil.

      Terima kasih, Mas Agus. Maaf ya saya telat membalas komen. Dirapel iniii, hehe.

      Delete
  2. Rupa-rupa warna....Rupa-rupa kehidupan dan gaya yang berbeda pada manusia. Intinya karena berbeda kita bisa berbagi rasa dalam kehidupan.😊😊

    ReplyDelete
    Replies
    1. Rupa rupa warna, kalo duit yang warna merah pada mau dan disimpan di dompet ya kang satria, kalo yang warna abu abu kebanyakan buat sedekah.😂

      Delete
    2. @Mas Satria: Nah, itu Mas. Karena berbeda malah lebih berwarna dan indah.

      @Mas Agus: Walah, semoga kita bukan golongan yang seperti itu ya. Aamiin.

      Delete
  3. Sesungguhnya kegiatan sederhana seperti memperhatikan sekeliling tanpa bermaksud menjudge mereka itu amat sangat mengasyikan, lebih mengasyikan ketimbang nyekrol medsos hahaha.

    Karena di dunia maya amat sangat jarang ada orang yang mau jujur, jadinya malah bikin orang jadi insecure sendiri.

    Dalam dunia nyata, kita bisa melihat sendiri, bahwa sebenarnya setiap orang itu punya 'perang'nya masing-masing, dan bikin kita jadi lebih bersyukur karenanya :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya, betul banget, Mba Rey. Sangat mengasyikkan karena itu kejadian yang murni dari gestur dan raut muka yang nggak bisa bohong.

      Ah, bener, tiap orang punya 'perang' nya sendiri-sendiri ya. Dan bikin kita lebih bersyukur.

      Delete
    2. Nah iya, kalau kita mau mendengar perang orang lain, niscaya kita akan jadi lebih banyak-banyak bersyukur.
      Hanya memang jarang yang mau terbuka menceritakan peperangannya hehehe

      Delete
    3. Betul, Mba Rey. Kadang banyak orang yang nggak terbuka dengan perangnya karena takut malah jadi merembet ke mana2.

      Jadi ada yang berpikiran, peperangan yang dialami diri sendiri biarlah menjadi kenangan dan pelajaran bagi diri sendiri. :)

      Delete
  4. sama seperti saya, selalu punya cara untuk menikmatinya setiap momen he..he,,

    ReplyDelete
  5. Manusia itu memang beraneka ragam ya mba, nggak ada yang 100% sama bahkan untuk kembar identik sekalipun pasti karakter dan pola pikir akan berbeda. Saya juga suka sekali memperhatikan sekeliling saya, seru rasanya untuk mempelajari sambil menerka apa yang kira-kira orang lain pikirkan. Kadang itu membuat saya sadar diri, kalau yang pusing bukan cuma saya saja misalnya :D

    By the way, sama seperti di Jepang, kakek nenek di KR suka banget lihat anak kecil, sepertinya karena populasi anak kecil semakin sedikit (sampai beberapa sekolah tutup karena nggak ada murid baru). Jadi saat mereka ketemu anak kecil, mereka senang sekali :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ho oh, Mba, seru ya. Oiya menerka-nerka pikiran orang lain asyik juga ya. Kadang saya mikir, ini saya dilihatin orang juga ga ya, hehehe.

      Wooo, di Korea angka kelahirannya juga kecil to? Oalaah, saya baru tahu soal ini. Mirip sama Jepang ya sampai beberapa sekolah tutup.

      Delete