Tentang Buku 'Re dan Perempuan'

Saya baru saja mengatamkan buku Re dan Perempuan by Maman Suherman. Iyes, penulisnya adalah Kang Maman yang gundul itu.

Buku yang dibeli online tersebut saya habiskan cukup singkat, cuma 5 hari. Biasanya kalau saya cepet bacanya karena penasaran dengan endingnya atau bukunya memang bagus.

Sebenernya buku ini adalah novel yang diangkat dari kisah nyata. Kisah dari skripsi Kang Maman yang membahas pelacuran di Jakarta tahun 80an, wabil khusus pelacur lesbian. Wow, tahun segitu udah ada pelacur lesbi.

Flashback dulu ya.

Dulu pas SMP saya pernah membaca buku Jakarta Undercover by Moammar Emka. Buku tersebut membuka mata saya tentang dunia malam dan prostitusi di Jakarta. Sejak itu saya selalu penasaran dengan cerita prostitusi. Reaksi saya ketika membaca buku Re dan Perempuan hampir sama waktu membaca Jakarta Undercover. Berkali-kali saya mengucap kata 'edan'.

Buku Re dan Perempuan dibagi menjadi dua pembahasan yaitu 'Re' dan 'Perempuan'.



Re:

Bab tentang Re lebih banyak menceritakan tokoh Rere yang menjadi objek penelitian Kang Maman. Dari objek penelitian, Kang Maman malah banyak belajar dari Re, yang seorang pelacur.

Re adalah gadis yang punya sejarah kelam. Dia dilahirkan tanpa tahu siapa bapaknya. Di usia 10 tahun, ibu yang sangat dicintainya meninggal. Sejak itu Re selalu kesepian.

Saat SMA Re hamil. Karena bingung, dia memilih meninggalkan rumah dan lari ke Jakarta.

Di Jakarta, dia bertemu Mami Lani yang saat itu bak malaikat karena dia menolong Re dan membiayai semua kebutuhan Re dan bayinya. Hingga suatu ketika Re dipaksa untuk melunasi utang-utangnya. Ya, semua yang diberikan Mami Lani ternyata tidak gratis. Bahkan Mami Lani mengancam akan mencari Re ke mana pun jika utangnya tidak dilunasi.

Dengan terpaksa Re menjadi anak buah Mami Lani. Re dipaksa menjadi pelacur lesbi karena honornya yang lebih besar. Dalih lainnya yaitu dengan menjadi lesbi, Re tidak akan hamil lagi.

Kisah-kisah petualangan Re melayani pelanggannya ngeri-ngeri sedap. Dari orang biasa sampai pejabat, mantan menteri, artis, pengusaha, dan desainer kondang negeri ini pernah menjadi pelanggannya.

Dalam menjalani profesinya, Re kerap berdoa supaya dia bisa keluar melayani pelanggan dengan selamat. Dia nggak tahu pelanggannya seperti apa. Kalau misal pelanggan nggak puas, bisa saja dia dibunuh.

Re pernah melayani artis yang sadomasokis. Ketika artis tersebut mau pakai Re lagi, Re menolak karena nggak tahan dengan kelakuan kasar yang diterima meski dia mendapat tip yang lumayan besar.

Semua yang diceritakan Kang Maman dalam bukunya mirip dengan kisah yang ada di buku Jakarta Undercover.

Nggak mudah untuk bisa masuk ke dalam jaringan prostitusi. Supaya bisa tahu kehidupan prostitusi, Kang Maman menyamar sebagai sopir Re. Jadi dia banyak tahu elegi dunia malam Jakarta.

Dunia prostitusi sangat kejam. Para pelacur yang bekerja harus siap jiwa dan raga karena mereka nggak tahu pelanggan yang akan dilayani. Mereka seperti budak yang diperas oleh para germo. Untuk keluar dari jeratan dunia prostitusi, bisa jadi nyawa taruhannya. Bahkan untuk membongkarnya saja sangat sulit karena ada bekingan dari aparat.

Di bab ini, banyak kalimat yang membuat saya terdiam dan merenung. Seperti pertanyaan Re yang membuat Maman tercekat.

'Man, apa Tuhan mendengar doa pelacur? Jika Tuhan tidak mendengar doaku tapi setidaknya ini adalah doa seorang ibu untuk anaknya.'

Bab ini diakhiri dengan kisah kematian Re yang tragis.



PeRempuan 

Bab Perempuan menceritakan tentang kehidupan setelah kematian Re. Tokoh utamanya yaitu Melur, anak semata wayang Re yang mencari jawaban siapa ibu kandungnya dan mengapa nasib ibunya begitu tragis.

Re memberikan anaknya yang belum genap berusia 4 bulan ke pasangan yang sudah belasan tahun menikah tapi belum punya anak. Biarpun sudah berpisah dengan anaknya, tiap bulan Re masih mengirimkan uang untuk Melur.

Melur tumbuh menjadi anak yang pintar. Dia lulus sarjana dari Universitas Indonesia, salah satu universitas terbaik di negeri ini. Bahkan dia juga mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan pendidikan di Universitas Hitotsubashi, Jepang. Melur berhasil mendapatkan gelar PhD di bidang ekonomi.

Di bab Perempuan, Kang Maman juga menceritakan fakta bahwa banyak anak muda yang terjun ke dalam dunia prostitusi. Bahkan saat ini transaksinya lebih mudah. Hanya dengan hape, mereka bisa dibooking secara online. Tak segan mereka minta Kang Maman untuk dicarikan pelanggan atau malah menawari Kang Maman, hahaha.

Cuma yang jadi penasaran Kang Maman, mengapa mereka mau terjun ke dalam dunia prostitusi?

Alasan utama memang uang. Anak-anak sekarang ingin mendapatkan kebahagiaan yang dipandang secara materi. Punya barang branded, mobil, dan bisa nongkrong di tempat hits. Mereka ingin bahagia seperti apa yang mereka lihat di media sosial.

Nggak hanya dari kaum perempuan aja. Anak muda yang cowok juga banyak yang terjun ke dunia ini. Prostitusi memang semacam bisnis yang menggiurkan.

Di bab ini ada cerita yang bikin saya melongo. Yaitu anak seorang bupati yang sedang kuliah di Jakarta nyambi sebagai gigolo. Kalau dikatakan kekurangan uang itu nggak mungkin karena harga mobilnya aja setengah miliar. Lalu apa motif cowok ini jadi gigolo? Apa yang dicari?

Jika membahas dunia pelacuran memang nggak akan pernah habis. Sepertinya pelacuran adalah bisnis tertua yang dilakukan oleh manusia.

Apakah dunia ini adil terhadap mereka yang terjun ke dalamnya? Apakah masyarakat mau menerima para pelacur?

Sepertinya dunia memang tidak adil untuk mereka, para kupu-kupu malam. Mereka tetap tidak mendapat keadilan meski hanya tinggal nama. Banyak kasus yang tidak dilanjutkan oleh polisi jika korbannya adalah seorang PSK.

Fakta yang digabung dengan cerita tentang Melur untuk mendapatkan keadilan, membuat ending buku ini plot twist yang bikin saya bertanya,

'Ini beneran?'

***

Hidup ini memang absurd. Dari buku Re dan Perempuan, saya jadi tahu bahwa dari rahim seorang PSK terlahir perempuan yang bergelar PhD. Sebaliknya, anak seorang pejabat malah memilih profesi yang dibilang banyak media sebagai 'sampah masyarakat'.

Saya membaca buku Re dan Perempuan saat malam, setelah anak-anak tidur. Saya membaca di kasur, posisi saya di tengah. Sebelah kiri si sulung sedangkan sisi kanan anak saya yang masih berusia 4 bulan. Beberapa kali saya menangis membaca kisah Re dan Melur. Saya bisa merasakan bagaimana sakitnya menjadi Re karena saya perempuan dan juga seorang ibu.

Perempuan yang dipaksa menjadi seorang pelacur lesbi dan seorang ibu yang harus berpisah dengan anaknya.

Tiap selesai membaca bab demi bab, saya melihat anak-anak saya. Saya pandangi mereka satu per satu. Lalu saya cium mereka sambil berdoa,

'Ya Tuhan, tolong jaga mereka. Jadikan mereka anak yang salehah.'

Bukankah ini doa seorang ibu untuk anaknya? Seperti doa Re untuk Melur, anak yang sangat dicintainya.

No comments