Kebanyakan Mikir

Akhir-akhir ini saya kebanyakan mikir.

Mungkin karena over thinking, saya jadi nggak fokus nulis blog. Saya sempat nulis di draft terus mikir ini dan itu, ganti topik, mikir lagi, ganti lagi, repeat. Sampai akhirnya nggak posting apa-apa, hahaha.

Apa sih yang dipikirin?

Banyaaakkk.

Akhir Juni dan Juli yang lalu, tetangga saya ada yang meninggal. Yang paling membekas yaitu meninggalnya seorang ibu yang sempat positif covid dan punya komorbid. Saat itu beliau dalam keadaan hamil 7 bulan. Sayangnya si bayi meninggal duluan. Selang 2 hari, si ibu menyusul bayinya. Beliau masih muda dan meninggalkan 2 anak yang masih kecil.

Sampai sekarang kalau saya melihat anaknya bermain, hati saya sedih lho. Atau mungkin saya yang lebay kali ya. Bisa jadi mereka adalah anak-anak yang kuat karena sejak kecil sudah mendapat ujian yang hebat.

Meskipun saya nggak terlalu akrab dengan beliau tapi kematiannya benar-benar membuat saya banyak mikir.

Gimana kalau saya yang meninggal duluan? 

Apakah pak suami mau menikah lagi? Hahaha. 

Hal yang sama juga berlaku kalau pak suami meninggal duluan. 

Apakah saya sanggup menikah lagi? Hhmm, kayaknya saya nggak bakal sanggup. 

Lalu nantinya jenazah mau dimakamkan di mana?

Dan, anak-anak nanti gimana ya?

Jujur sih, saya dan pak suami belum pernah membahas 'masa depan' secara detail. Padahal ini hal yang penting karena kita kan nggak tahu kapan hari itu tiba. Jangan sampai kalau kita udah nggak ada malah merepotkan keluarga yang masih hidup.

Kalau di Jawa kadang membicarakan kematian dianggap 'ngalup'. Apa ya istilah bahasa Indonesianya yang agak mirip? Hm, tabu, mungkin?

Yah, bagi saya hal ini harus dibicarakan dengan detail ke pasangan. Supaya nanti yang ditinggalkan nggak bingung untuk menata kehidupan selanjutnya.


Pixabay

Selain tentang kematian, akhir-akhir ini saya mikir banget soal media sosial. Dengan semakin banyaknya media sosial kayaknya bikin saya mikir tentang privasi. Misal, orang biasa yang bukan seleb posting anaknya dan banyak yang melakukan house tour rumah baru.

Tapi itu kembali ke individu masing-masing ya. Kalau saya pribadi, jujur, saya takut menampilkan hal-hal yang saya anggap privasi. Saya nggak nyaman jika terlalu terbuka di media sosial.

Nggak cuma medsos aja sih. Saya juga mikir tentang searching di Google by foto. Ini yang bikin saya deg-degan dan mengambil tindakan impulsif untuk menghapus banyak foto di Google album archive. Jadi mungkin postingan lama di blog ini fotonya hilang dan saya malas ngeditnya, hahaha.

Makanya sekarang saya kalau mau posting di blog mikirnya banyak. Kira-kira aman nggak ya? Apa efek dari tulisan saya nantinya? Pakai foto apa ya yang aman? Penting nggak apa yang saya tulis?

Hm, kayaknya tulisan saya banyak yang nggak penting ya, hahaha. 

Nah, terkait keamanan, saya sempat kepikiran untuk menutup blog ini. Tapi karena saya suka menulis, pengennya bikin blog baru pakai domain gratisan di platform sebelah. Serius, saya udah nanya ke bloger yang baru migrasi ke platform sebelah. Saya juga udah minta saran ke pak suami dan bloger yang lain.

Saya ngeblog bukan untuk mendapatkan click bait atau cuan. Jujur, kalau dapat rejeki di blog saya senang. Tapi saya lebih mengutamakan kenyamanan. Kalau udah nggak nyaman dengan blog ini, bisa jadi saya akan 'pindah rumah'. Tapi nggak tahu lah. Saya sendiri masih bingung, hahaha.

Saya takut ada klien yang protes, hahaha. Karena ada pengalaman bloger yang udah menutup blognya. Beberapa hari kemudian, di blog list saya muncul postingan baru dengan domain berbeda. Setelah saya tanya ke pemiliknya, ternyata ada klien yang protes dia nutup blog. Mungkin si klien butuh back link dan bisa jadi tindakan blogger tersebut mempengaruhi performa website klien.

Dan masih ada beberapa hal yang bikin saya banyak mikir dan nggak mungkin saya ceritakan di blog ini.

Sekian curhatan kali ini. Makasih ya yang udah baca sampai selesai. Btw blog ini masih ada yang baca nggak sih selain pemiliknya? Hahaha, kepo nih.

4 comments

  1. Pa Kabar Mba Pipit?😁😊 Saya baca ko Mba tapi cuma jadi silent reader aja belakangan ini 😁😂 Saya kangen baca tulisannya temen-temen tapi karena situasi real life dan pandemi ini yang entah bikin saya jadi males ngomong dan males mikir, dan kalo saya udah males mikir (karena terlalu banyak yang dipikirin) bisa-bisa salah ngomong kan gawat jadinya hihihi...😂

    ReplyDelete
    Replies
    1. Mba Riniiii, kabar saya baik. Apa kabar, Mba?

      Terima kasih mba sudah membaca blog ini, hihihi. Iya ya kalau salah ngomong bisa bahaya.😁

      Delete
  2. Ada kok mbak yang baca, buktinya ini aku baca biarpun agak telat.😅

    Kadang memang melihat tetangga kesusahan jadi ikut mikir, gimana jadinya kalo kita sendiri yang kena musibah. Duh, malah berpikir yang tidak-tidak.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Terima kasih, Mas Agus, sudah membaca curhatan di blog ini.😊

      Iya, mas, karena tetangga kan orang terdekat kita. Jadi kadang mikir sampai ke situ.

      Delete