Tetangga

Akhir-akhir ini ada beberapa kegiatan di tempat tinggal saya di Depok.

Karena jarak, saya nggak bisa terlibat langsung dengan kegiatan-kegiatan tersebut. Meskipun jarak jauh, saya usahakan untuk tetap bersosialisasi dan berpartisipasi sebisanya. Jujur aja, hal ini bikin saya kangen sama tetangga.

Baruuu aja saya chit chat dengan salah satu tetangga, teman ngobrol kalau lagi senggang. Saya sapa duluan dan bilang kalau saya kangen. Perbedaan waktu di sini sore dan di sana malam membuat chit chat harus ditunda sampai pagi waktu Qatar, setelah pak suami berangkat kerja.

Waktu di Qatar empat jam lebih lambat dari Indonesia. Di sini jam enam pagi, di Indo jam sepuluh pagi. Kami sama-sama punya waktu luang buat kangen-kangenan sebentar.

Nggak tahu kenapa setelah ngobrol sebentar via WhatsApp ada perasaan seneng. Padahal kalau di Depok, saya juga jarang ketemu tetangga. Tapiii setelah jauh kok rasanya beda, ya.

Tinggal di apartemen seperti sekarang meminimalkan saya bersosialisasi. Apalagi saya baru beberapa bulan tinggal di negara orang. Masih sedikit orang Indonesia yang saya kenal. Ada sih orang Indo yang tinggal dekat sini. Mereka ada yang satu apartemen dan beda apartemen. Mereka juga punya kesibukan sendiri-sendiri, kan.

Kodrat manusia sebagai makhluk sosial yang suka berinteraksi antarsesama. Kadang saya kangen kasih salam, senyum, dan sapa ke tetangga. Kangen lewat depan rumahnya dilanjut ngobrol sebentar atau kangen ngerepotin tetangga minta merica, lengkuas, atau garam yang habis. Kangen makan bareng lanjut lalalili bersama mereka.


Si Iting 

Dulu waktu saya dan pak suami masih berdua, ada anak tetangga yang sering banget main ke rumah. Namanya Iting karena rambutnya memang keriting. Saat itu Iting masih TK. Dia dekat sama saya dan pak suami gara-gara Pokemon Go. Masih inget nggak permainan itu? Nah, dia dan pak suami nyari Pokemon sampai ke mana-mana. Hahahaha.

Tiap hari dia pasti ke rumah. Pagi mau berangkat sekolah, mamanya nyariin di rumah saya. Hehehehe. Kalau weekend dia main dari pagi sampai sore. Sepedanya sering ditinggal dan ditaruh gitu aja di garasi. Tiap dia main ke rumah, saya perlakukan seperti anak sendiri. Saya kasih dia camilan. Pas waktunya makan siang saya tawari dia makan. Saya sampai hapal kalau Iting suka makan pepaya.

Saking deketnya Iting dengan kami sampai ada tetangga yang bilang si Iting adalah anak naturalisasi kami. Hahahaha, ada-ada aja ya guyonannya.

Sekarang Iting udah kelas 6. Dia udah ABG. Kalau ketemu saya paling dia senyam-senyum.

Selama hidup berdampingan dengan tetangga, saya jadi tahu perkembangan anak-anak di sekitar rumah. Mulai dari mereka masih imut-imut sampai sekarang udah pada gede. Kakak yang udah gede digantikan sama adiknya.

Oia, saat saya menulis ini kebetulan listrik apartemen lagi down. Kok bisa pas gini, ya. Saya udah telepon front desk dua kali sampai lapor langsung ke Ground Floor. Rasanya dagdigdug saat pakai lift karena takut tiba-tiba mati. Hahaha, takut amat ya. Mereka punya genset kali.

Ternyata banyak juga yang komplain di front desk. Bahkan ada yang marah sampai pengen ketemu manajer segala. Saya masih sabar dan santai. Pihak apartemen menawari pindah ke temporary room.


Untung saya udah masak sejak pagi

Di Indo kalau listrik down, saya bisa ngobrol sama tetangga di luar rumah. Anak-anak main di teras, sepedaan atau main di taman. Kalau di sini mau ngobrol sama siapa? Untungnya di apartemen air masih lancar dan wifi kenceng. Jadi nggak gabut banget lah. Anak-anak sibuk main berdua. Hihihi.

Mempunyai tetangga yang baik adalah rejeki karena mereka adalah saudara terdekat kita. Seandainya tiap hari kita hidup dengan orang yang nyebelin pasti rasanya nggak nyaman. Jadi, berbuat baiklah ke tetangga.

Hai tetanggaku, aku kangen lho sama kalian. Aku kangen ngobrol di taman sambil ngawasin anak-anak bermain. Makasih ya udah ngintipin blogku.


Doha,
Saat listrik apartemen down

No comments