Kegiatan Sosial Bersama Ibu Jepang

Dua minggu sejak kepulangan saya ke Indonesia, tepatnya pertengahan Juni lalu, saya memutuskan untuk melanjutkan kegiatan sosial bersama ibu-ibu Jepang yang tinggal di Indonesia.

Sebenarnya kegiatan ini sudah saya ikuti sejak saya tinggal di Yokohama. Saya tahu tentang kegiatan tersebut dari seorang sensei yang mengajar di tempat kursus dan kebetulan beliau pernah tinggal di Indonesia selama tiga tahun. 

Sensei tersebut bernama Watanabe-san. Perkenalan saya dengan beliau sebenarnya nggak sengaja sih. Saya dan Watanabe san duduknya saling membelakangi. Jadi waktu hari pertama kursus kelas kaiwa (percakapan) materinya tentang perkenalan. Mungkin beliau mendengar "Indonesia kara kimashita" (saya dari Indonesia) langsung deh saya dijawil dan diajak ngobrol pakai bahasa Indonesia. Reaksi saya pertama kali antara kaget dan senang ketika tahu ada orang Jepang yang mengajak ngobrol bahasa Indonesia. Nggak nyangka ada orang Jepang yang bisa bicara bahasa Indonesia dengan baik.

Watanabe-san tinggal di Indonesia dari tahun 1997-2000. Beliau ikut suaminya yang saat itu ditugaskan di Jakarta. Jadi selama rentang waktu tersebut, beliau tahu tentang reformasi di Indonesia dan hebohnya Jakarta selama era reformasi. Selama tinggal di Jakarta, beliau juga belajar Bahasa Indonesia di Universitas Indonesia. Jujur sih, bahasa Indonesianya masih bagus meski sudah lama nggak ke Indonesia. Salut, deh!

Dari beliau juga, saya tahu kalau ibu-ibu Jepang yang ada di Jakarta punya kegiatan sosial untuk orang Indonesia. Mereka tergabung dalam Jakarta-Japan Network (J2net). Kegiatan yang ditangani macam-macam, salah satunya perpustakaan keliling.

Saya hanya ikut kegiatan perpustakaan keliling. Sedangkan kegiatan yang lain saya kurang begitu paham.




Kegiatan utama perpustakaan keliling pastinya menyediakan buku untuk anak-anak maupun untuk ibu-ibu. J2net ingin supaya anak Indonesia suka membaca karena mereka tahu minat baca di Indonesia sangat rendah. Buku-buku yang disediakan ada buku cerita dan pengetahuan, ada buku berbahasa Indonesia dan terjemahan. Untuk buku terjemahan, tentunya ada buku cerita terjemahan dari bahasa Jepang. Jadi buku-buku terjemahan Jepang ini dikirim melalui KBRI. Nah, yang menerjemahkan buku cerita Jepang yaitu ibu-ibu Jepang yang pernah tinggal di Indonesia dan ibu-ibu Indonesia yang tinggal di Jepang.

#Kegiatan di Jepang

Karena saya tinggal di Yokohama, jadi saya tahunya perkumpulan ibu-ibu yang tinggal di kota tersebut. Mereka berkumpul setiap Jumat kedua dan keempat di Kenmin Center Yokohama lantai 10. Gedung tersebut dekat dengan Stasiun Yokohama. Menariknya, gedung tersebut bisa dipakai siapa saja lho dan gratis. Jadi semacam gedung untuk masyarakat. Rame bener gedungnya dan mereka sibuk dengan kegiatan masing-masing tanpa saling mengganggu. Takjub saya, hahahaha. 

Selama ngumpul, ibu Jepang ada yang setor cerita. Maksudnya, ibu-ibu Jepang sudah menerjemahkan satu buku lalu diserahkan ke ibu-ibu Indonesia.

Ibu Indonesia umumnya hanya mengoreksi susunan kalimat dan kosa katanya saja. Semacam editor lah ya. Maklum, ibu Jepang menerjemahkan memakai kamus dan ada beberapa kata yang asing bagi anak-anak jadi harus disesuaikan penggunaan katanya.

Ini pengalaman baru bagi saya menjadi editor ala-ala, hahahaha. Bekerja dengan ibu Jepang ternyata nggak sembarangan, lho. Mereka mengerjakan terjemahan dengan sungguh-sungguh. Saya juga hati-hati saat mengoreksi karena kadang saya menemukan kata yang asing didengar. Tapi untungnya saya masih bisa tanya ke ibu-ibu Indonesia yang sudah lama tinggal di sana.

Buku-buku yang sudah diterjemahkan dikumpulkan di Tokyo, kalau jumlahnya sudah banyak baru dikirim ke KBRI. Kenapa KBRI? biar urusannya gampang, hahaha. Soalnya dulu pernah dikirim langsung ke ekspatriat Jepang yang tinggal di Jakarta, urusannya ribet sama petugas imigrasi, hahahahaha. Jadi, sejak kejadian tersebut mereka mengirim lewat KBRI.

#Perpustakaan Keliling di Jakarta

Berbeda dengan yang ada di Jepang, kegiatan sosial di Indonesia berupa perpustakaan keliling. Lokasinya ada di dua tempat yakni di Cikini dan di Matraman. Hari Selasa di Matraman sedang hari Sabtu di Cikini.


Anak-anak di Cikini


Pertama kali saya ikut perpustakaan keliling di Cikini dan saya bengong dengan lokasinya. Perpustakaan keliling ada di semacam rumah singgah yang kecil.

Sumpah, saya nggak nyangka ternyata ada kehidupan di dalam Pasar Cikini. Maksudnya, di dalam pasar ada gang-gang sempit dan kampung yang jalannya hanya bisa dilewati satu motor. Omaigaaaaatttt!!!

Selama melewati gang sempit di Pasar Cikini, saya melihat ada beberapa toko yang ditingkat. Lantai bawah untuk jualan sedangkan lantai dua untuk tempat tinggal. Tiap kali saya lewat, di lantai 2 banyak banget cucian yang bergelantungan. Wow, lokasi ini benar-benar membuka mata saya tentang sisi lain Jakarta. 

Lokasi kedua yaitu di daerah Matraman, sekitar Stasiun Pondok Jati. Tempat untuk membaca lebih luas dan lebih bagus karena berada di dalam PAUD. Jadi lebih enak dan nyaman untuk membaca. Makanya, di Matraman jumlah ibu-ibu Jepang yang ikut lebih banyak.

Selama mengikuti perpustakaan keliling bersama ibu Jepang, saya banyak sekali belajar mengelola buku. Buku
-buku bacaan disusun dengan rapi, diberi sampul dan kode. Begitu juga dengan tempat bukunya. Misal buku yang berkode merah untuk anak usia 2-4 tahun, warna oranye untuk anak 5-8 tahun, buku warna hijau untuk orang dewasa atau ibu-ibu.

Aturan membaca di perpustakaan keliling ini agak ketat. Semua yang datang membaca tidak boleh makan/minum dan bukunya juga wajib dibaca di tempat, nggak boleh dibawa pulang. Hhhhmmm, aturan sama orang Jepang kudu ketat, euy! Bagus juga, sih.

Selain itu, saya tahu bahwa karakter masyarakat dan anak-anak di Cikini dan Matraman beda banget. Yang saya rasakan, sambutan dan antusias warga untuk membaca bagus yang di Matraman. Di daerah tersebut, masih banyak anak-anak yang membaca sedangkan ibu-ibunya juga ada yang membaca atau menulis resep. Kalau di Cikini, ibu-ibunya lebih cuek bahkan jarang banget ada yang mampir membaca. Menyedihkan :(


Ibu di Matraman Menulis Resep


Yang namanya kegiatan sosial pasti ada naik turunnya. Satu hari bisa rame banget. Tapi di hari lain kadang sepi. Ya, kalau pas sepi gini, kami yang membawa buku jadi bosan.

Lucunya lagi, kegiatan membaca gratis ini kalah sama odong-odong, hahahahaha. Beneran, kalau ada odong-odong, anak-anak pasti memilih naik odong-odong dibanding membaca. Bahkan ibu-ibu Jepang juga kepengin naik odong-odong, lho. Entah kapan mereka mau naik tapi yang jelas mereka penasaran banget naik odong-odong. Saya cuma tertawa dan mengiyakan saja. Nggak kuat mbayangin ibu-ibu Jepang naik odong-odong diiringi lagu anak-anak.😂

Saat ini, saya lebih banyak ikut kegiatan hari Selasa yang berlokasi di Matraman karena Sabtu saya sudah ada kegiatan baru yang juga menyenangkan. Nanti juga akan saya ceritakan terpisah *sok misterius lagi, hahahahaha.


Anak-anak antusias membaca di Matraman


Hampir 6 bulan ikut kegiatan tersebut tapi saya sudah mendapat pengalaman yang unik. Salah satunya, dari yang nggak tahu tentang cerita Frozen. Saya tahu Princess Elsa dan Ana. Saya pernah membacakan buku Frozen sampai 2 kali. Hiyaaaa, anak-anak suka banget sama Frozen, saya sampai bosen membacakan, hahahahaha. Tapi demi mereka, saya ceritakan lagi.😄

Dengan mengikuti kegiatan sosial tersebut, mata hati saya juga terbuka. Kegiatan yang saya lakukan hanya secuil dan nggak ada apa-apanya. Tapi begitu melihat anak-anak membaca atau meminta untuk dibacakan buku, ada kebahagiaan yang saya rasakan. Melihat tawa mereka, melihat keingintahuan mereka, melihat keasyikan mereka sungguh membuat saya terharu dan bersyukur. 

Ada satu anak yang nggak akan saya lupa. Anak tersebut tinggal di Cikini bersama budhe dan kakeknya, bukan bersama orangtuanya. Dia anak berkebutuhan khusus. Dia suka sekali dengan kereta. Ketika saya memperlihatkan buku tentang kereta, pesawat atau mobil, senyumnya lebar sekali. Saya mau menangis tapi saya tahan. Saya hanya ingin melihat dia tertawa dan bahagia, nggak mau membuat yang lain bingung dengan keadaan saya. Bersikap senetral mungkin demi senyumnya. Begini ya rasanya menjadi relawan. Begini ya rasanya meluangkan waktu sebentar untuk anak-anak, untuk senyum mereka.


Bahagia melihat senyummu, Dek ^-^


Memang, ini hanya kegiatan kecil. Tapi berkat kegiatan yang kecil ini saya jadi tahu perjuangan orang-orang yang bertahan hidup di Jakarta. Kehidupan keras di dalam pasar. Kehidupan di pinggir kali. Saya melihat kehidupan lain yang ada di Jakarta. Ternyata Jakarta nggak hanya ada cerita kehidupan mewah ala sinetron yang nggak bermutu namun ada juga usaha yang nggak pernah lelah. Yang membuat saya salut, mereka tetap bahagia dengan kesederhanaannya. Jangan lupa, ada senyum anak-anak di sana. Ada harapan anak-anak di sana. Ada masa depan Indonesia bersama anak-anak di sana. 

8 comments

  1. kemane aje dikau mbk piitt ?, baru nongol yak..

    btw kegiatan ibu2 jepang keren, salut dg kepedulian mereka trhdp masyarakat Indonesia

    ReplyDelete
    Replies
    1. Halo Mba Inda, iya baru nongol :)
      Makasih ya sudah mampir.

      Delete
  2. wah bagus bener nih kegiatan

    ReplyDelete
  3. Kegiatan yang positif...dan menarik karena bersama ibu-ibu dari negara lain.
    Pasti beda kultur beda metode ya...

    ReplyDelete
  4. kegiatan yang bermanfaat untuk masyarakat ya, mak. kalau di sini ada juga perpustakaan keliling pakai mobil dari perpus, nanti boleh pinjam dan dikembalikan sesuai jadwal.

    ReplyDelete
  5. Saya terharu baca yang terakhir mbak Pipit...
    Menyenangkan ya mbak bisa membantu orang lain apalagi berhubungan dg pendidikan..
    Saya juga ingin ada perpustakaan utk anak-anak spy minat baca mereka tumbuh, nggak cuma main gadget saja... *kayak anak saya..hikss..

    ReplyDelete
  6. Saya terharu baca yang terakhir mbak Pipit...
    Menyenangkan ya mbak bisa membantu orang lain apalagi berhubungan dg pendidikan..
    Saya juga ingin ada perpustakaan utk anak-anak spy minat baca mereka tumbuh, nggak cuma main gadget saja... *kayak anak saya..hikss..

    ReplyDelete