Tempe di Jepang

Sewaktu tinggal di Yokohama, yang sering saya kangenin dari Indonesia yaitu kulinernya.

Makanan Indonesia itu memang nggak ada duanya dan terkenal sampai ke luar negeri. Hal ini diakui oleh beberapa teman saya yang asli Jepang. Mereka suka dengan makanan Indonesia, oishii katanya. Salah satu yang saya kangenin yaitu tempe. 

Saya sempat ngomong ke teman kalau saya kangen tempe. Nggak tahunya, beliau malah mau pesan tempe, lho. Hah, saya malah kaget mendengar ini. Apa jangan-jangan saya GR, gegara saya pengin tempe terus beliau mau beli, hihihi. Ternyata nggak, ibu-ibu di Jepang terutama yang pernah tinggal di Indonesia sering makan tempe.

Memang ada tempe di Jepang?

Yang membuat siapa?

Rasanya bagaimana ya?

Enak nggak?

Itu pertanyaan yang muncul di kepala saya saat salah satu teman mengatakan mau membeli tempe. Yang lebih mengagetkan lagi, beliau cerita kalau tempe tersebut buatan orang Indonesia yang tinggal di Jepang. Heeee, saya kaget, nggumun, kagum, sekaligus bangga. Campur-campurlah pokoknya. Lah, kok bisa sih? Beneran nggak nih?

Teman saya hanya cerita kalau yang membuat tempe di Jepang namanya Pak Rustono, tinggalnya di Shiga, dekat Kyoto. Kalau mau membeli tempe, biasanya mereka membeli borongan secara online. Jadi, yang mau pesan mendata siapa saja yang beli dan berapa banyak. Kalau tempe sudah datang, baru deh bayar ke ibu yang mendata tadi. Dengan keterangan ini saya baru ngeh. Akhirnya saya pun pesan tempe Jepang tersebut, hihihi.

# Tempe di Jepang

Karena masih penasaran, saya mencoba googling soal tempe di Jepang. Maka muncullah nama Pak Rustono. Menurut sumber yang saya baca, Pak Rustono lahir dan besar di Grobogan, Jawa Tengah. Beliau menikah dengan orang Jepang dan menetap di Jepang sejak puluhan tahun lalu. Semula Pak Rustono bekerja di beberapa perusahaan. Selama menjadi karyawan, beliau menabung dan belajar membuat tempe. 

Kenapa tempe? 

Karena makanan di Jepang banyak banget yang berbahan dasar kedelai tapi belum ada tempe. Beliau ingin menangkap peluang tersebut.

Untuk belajar membuat tempe, beliau harus pulang dulu ke Indonesia dan belajar dari beberapa pengusaha tempe. Nggak mudah untuk mendapat ilmu dari orang lain karena mereka pasti nggak menceritakan rahasia bisnis tempenya secara detail, dong. 

Setelah ilmu dirasa cukup, beliau kembali ke Jepang dan menerapkan ilmu tersebut. Ternyata nggak mudah membuat tempe di Jepang karena kendalanya faktor cuaca. Negara empat musim tentu beda dengan negara tropis baik suhu, kelembaban, panas, dll yang mana hal ini sangat mempengaruhi kualitas dari bakteri tempe tersebut. 

Apalagi untuk membuat pabrik di Jepang, aturannya sangat rumit terutama menyangkut soal higienitasnya. Semua harus dilaporkan dan diuji lab secara detail. Meski sering gagal, akhirnya Pak Rustono mampu membangun bisnisnya. Kini, tempenya tak hanya dijual di Jepang namun sudah sampai ke Korea, Hongaria, Polandia, Meksiko, dan Perancis. Dua negara terakhir tersebut dijadikan sebagai poros ekspornya sehingga dua wanita dari Meksiko dan Perancis sempat training di pabriknya. 

Sewaktu pertama kali melihat tempe Pak Rustono, saya takjub. Tempenya kotak, dikemas plastik dengan berat sekitar 200gr. Harganya 300 Yen, sekitar Rp.30.000,-. Dilihat dari kemasannya saja terlihat lebih eksklusif dibandingkan tempe yang dijual di Indonesia. Bagian depan kemasan tersebut bergambar gubuk gambu dengan aktivitas jual beli zaman dulu khas Indonesia. Sedangkan bagian belakang berisi informasi tentang tempe, lengkap dengan nilai gizinya dan tanggal kadaluarsanya. Tuh kan, detail banget informasinya.  


Gambar Depan Khas Indonesia, ya

Informasi dan Nilai Gizi Tempe Jepang

Saya sempat membawa tempe goreng ke tempat les dan ternyata sensei saya baru pertama kali makan tempe meski beliau pernah ke Bali. Katanya oishii, sampai nambah lho. Hihihihi. Sewaktu saya ceitakan soal tempe, sensei saya takjub lho. Soalnya mereka tahunya natto, makanan dari kedelai juga tapi nggak kayak tempe. Kalau natto baunya khas dan nggak semua orang Jepang suka makan natto. Sedangkan tempe nggak bau. Kalau saya doyan natto, enak-enak aja tuh meski baunya khas, hihihihi. 


# Tempe di Indonesia

Tanpa bermaksud membanding-bandingkan, lho ya. Kebetulan saya menonton acara lokalvora di DAAI TV dan saat itu membahas tempe. Seperti kita ketahui, tempe di Indonesia termasuk makanan favorit dan murah harganya. Meski demikian terkadang beberapa pengusaha kurang memperhatikan masalah kebersihannya meliputi tempat, bahan baku, peralatan, dan hasil tempe itu sendiri saat didiamkan di rak. Ini yang menjadi masalah di Indonesia.

Menurut ahli gizi di acara tersebut, meski tempe termasuk makanan kaya gizi tapi kalau proses pembuatannya kurang higienis maka bukannya menyehatkan malah bisa menyebabkan penyakit. Ada lho orang yang suka makan tempe tapi ketika tahu proses pembuatannya yang kurang bersih, dia nggak mau makan tempe. 

Di acara tersebut juga meliput pembuatan tempe di salah satu koperasi yang ada di Bogor. Koperasi tersebut benar-benar menerapkan SOP dan higienitas dalam pembuatan tempe. Bahkan, air limbahnya juga diolah kembali sehingga nggak mencemari lingkungan. Para pekerja di koperasi tersebut memakai pakaian yang bersih dan alat pelindung yang lengkap. Tempe di koperasi tersebut dibungkus plastik bukan daun pisang. Meski demikian, ketika dilakukan survey rasa tempe bungkus plastik tersebut sama dengan tempe daun pisang. Kelebihannya lagi tentu lebih terjaga kualitasnya. 

Nah, tempe sebagai makanan asli Indonesia yang kaya banget gizinya semoga bisa lebih baik lagi dalam penampilan dan yang utamanya proses pembuatannya. Kalau sudah ada yang bisa membuat tempe yang berkualitas dan terjamin kebersihannya, kenapa yang lain nggak mengikuti? Semoga saja tempe di Indonesia nggak kalah higienitasnya dengan tempe di luar negeri. 


*Sumber tentang Pak Rustono saya ambil dari sana dan sini

41 comments

  1. Pernah baca tentang bapak ini. Amiiin. Semoga tempe Indonesia bisa bersaing dengan tempe luar. Yamasa nanti kita impor tempe ya Mbak. Hehehe.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Halooo, Kak!

      Yuk, ikuti Lomba Blog "Terios 7 Wonders, Borneo Wild Adventure".
      Tiga blogger terbaik akan diajak menjelajah Kalimantan dan berkesempatan mendapatkan grand prize, MacBook Pro.

      Info selengkapnya: http://log.viva.co.id/terios7wonders2015

      Jangan sampai ketinggalan, ya!

      Delete
  2. weheheh saya suka tempe juga hieiehiehe. Nda lengkap rasanya kalau dalam sehari nda ada tempe Hiehiehe. Tempe never dies

    ReplyDelete
  3. penasaran sama rasanya,,, favorit saya ini tempe.. *_*

    ReplyDelete
    Replies
    1. Rasanya nggak beda jauh sama tempe Indonesia, Mba.

      Delete
  4. aaaah tempe makanan murah meriah namun bergizi, :)

    ReplyDelete
  5. Suka.dg istilah tempe never dies hihi..sy jg penyuka tempe. Enaknya anget2 dicocol sambel kecap dan nasi hangt.maknyuss..hari ini tempenya mau digoreng tepung :)

    ReplyDelete
  6. Ihhh jd asli penasaran sm rasanya tempe yg ada di jepang mba *_*

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hehehe rasanya sama kok Mba kayak di Indo, oishii :)

      Delete
  7. tempe tetep juara buat aku mbak, enaknya gak ketulungan :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya, Mba Lid. Juaranya sampe ga ketulungan yak ^,^

      Delete
  8. hebat. tempe memang apik. tapi dari semua tempe, tempe mendoan masih yang paling juara.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Eh orang Jepang juga suka mendoan anget-anget, lho ^.^

      Delete
  9. Tempe memang makaanan yang asik untuk dijadikan apapun Mba, suami saya sempet heran juga ketika saya jarang menyajikan tempe di rumah. Salut buat pak rustoyo, semoga tempe makin dikenal di belahan dunia manapun y

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya, Mba. Tempe itu murah dan bergizi.
      Aamiin bwt doanya.

      Delete
  10. Emang salah ya kalau tempe dibungkus daun pisang? Bukannya lebih bagus lebih alami?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Nggak salah, Pak. Justru itu byk peminatnya. Di postingan kan disebutkan kalo tempe produksi koperasi dibungkus plastik rasanya nggak kalah dengan tempe bungkus daun pisang.

      Delete
  11. Pernah baca profil Pak Ruto itu beberapa waktu lalu. Salut ya Mbak, sama perjuangan beliau mengenalkan tempe ke negeri orang. Tapi memang tempe itu juara banget. Di rumahku tiap hari harus ada tempe tahu goreng hehe

    ReplyDelete
    Replies
    1. Perjuangan beliau sangat menginspirasi ya.

      Delete
  12. aku doyan tempe juga loh mbak...dan senang plus bangga saat tempe sudah mendunia..terimakasih Pak Rustono sudah memperkenalkan tempe pd dunia :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Bangga ya produk Indonesia sudah mendunia :)

      Delete
  13. suka bangeeet makan tempe apalagi kalau dipenyet :D

    ReplyDelete
  14. tempe di jepang mahal yah :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hehe iya kalau dirupiahin. Bagi orang sana katanya murah :)

      Delete
  15. Tetanggaku dulu pembuat tempe dan aku suka bantuin drpd main. Nggak diupahin apa2 sih, emang pengin ikut heboh aja. Jaman dulu tempe masih jauh dari bahan2 tambahan. Air sumur utk mencuci jg masih jernih. Sekarang kampung2 udah pada kumuh & empet2an, nggak higienis. Aku juga pernah ke pabrik tempe yg lebih modern di Jogja, ngantar anak study tour. Prosesnya aku bilang sih sama aja dg yg dulu cuma ini sudah ada mesin penggilingnya, kemasan sudah pakai merk, tp belum ada keterangan kandungan gizi. Mungkin pengusaha tempe harus memperlakukannya sbg makanan kaya gizi sehingga perlu tempat yg steril spt pabrik makanan kemasan lainnya, dibandingkan dg sekedar makanan murah.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Komentarnya lebih bernas daripada postingannya nih. Makasih, Mak :)

      Delete
  16. Baru dengar cerita ini... Tempe mendunia di negara lain... Sementara masih di anaktirikan di negeri sendiri :) semoga panganan lainnya seperti tahu menyusul tempe yang sudah mendunia :) salam kenalan ya

    ReplyDelete
    Replies
    1. Oke, salam kenal Bang ^-^

      Delete
    2. This comment has been removed by the author.

      Delete
  17. aku di sini tiap minggu makan tempe mbak :D, tapi menurutku rasanya masih enak tempe di Indonesia :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Enaknyaa, kalau saya nunggu ada yg pesen :)

      Delete
  18. Wah, Shiga dua jam dari sini... jadi pengen mampir, hahaha. Di sana tempenya ga diinjek-injek kan ya bikinnya :D Kapan yaaa aku terakhir makan tempe T.T Kalo makan natto hampir tiap hari =))

    ReplyDelete
  19. mbah saya dulu jualan tempe, jadi sekarng suka tempe deh

    ReplyDelete