Hajimete no Otsukai

Saya suka banget dengan hal-hal yang berhubungan dengan Jepang, terutama budayanya.

Sejak SMA saya sudah suka banget dengan karakter orang Jepang yang terkenal baik. Yah, meski nggak semua karakter orang Jepang seperti itu. Salah satunya yaitu sifat mandirinya. Nggak yang tua, nggak yang muda, mereka melakukan apa-apa sendiri. Umumnya, mereka nggak mau merepotkan orang lain. Ternyata sifat mandiri ini adalah hasil didikan orangtua sejak mereka masih kecil.

Didikan inilah yang dijadikan acara teve di Jepang bernama Hajimete no Otsukai. Terjemahan bahasa Indonesianya kurang lebih 'tugas pertama'. Hajimete no Otsukai semacam reality show dimana orangtua menyuruh anak mereka yang berusia 3-5 tahun untuk berani keluar rumah sendiri. Biasanya orangtua menyuruh mereka membeli sesuatu di supermarket atau mengantar barang ke tetangga/keluarga terdekat. Intinya, anak diajarkan bertanggung jawab dan mandiri tanpa didampingi orangtua.

Hajimete no Otsukai tayang di salah satu stasiun teve di Jepang sejak tahun 1991. Acara ini disiarkan setahun hanya dua kali, yakni saat seijin shiki dan umi no hi. Seijin shiki (hari perayaan orang dewasa) biasanya jatuh pada Senin pertama bulan Januari. Sedangkan umi no hi (hari libur pantai) yaitu hari libur nasional pada musim panas di bulan Juni. Di tiap shownya, acara ini dipandu oleh pembawa acara dan komentator dari kalangan seleb atau orang terkenal di Jepang. 

Hajimete no Otsukai sangat terkenal dan menjadi acara favorit di Jepang. Penonton dapat melihat muka polos anak kecil yang nggak dibuat-buat, kawaii banget. Perjuangan anak batita atau balita membantu orangtua menjadi daya tarik di acara ini. Mereka ada yang bersemangat, takut, bahkan sampai nangis selama menjalankan tugas tersebut. Tak jarang, hal ini membuat haru penonton maupun pembawa acaranya. 

Pembawa acara dan para komentator pun sering menangis melihat perjuangan anak-anak tersebut yang penuh semangat. Apalagi jika anak-anak sudah sampai rumah dan disambut oleh tangis bahagia orangtuanya. Saya aja ini ngetik sambil nangis nih. Hahahaha, emang saya cengeng banget.

Demi keamanan si anak, beberapa kru TV akan menyamar sebagai pejalan kaki biasa sehingga mereka nggak tahu kalau sedang direkam.  

Nah, untungnya TV kabel saya ada program Jepangnya. Teve langganan saya anti mainstream lho, bukan brand yang kebanyakan orang punya. Senengnya lagi ternyata ada acara Hajimete no Otsukai tiap Kamis malam. Meski bukan tayangan yang baru setidaknya saya bisa mengambil pelajaran dari acara tersebut. 

Acara Hajimete no Otsukai merupakan acara favorit saya dan pak suami. Ritual malam Jumatnya ya nonton acara ini, hahahahaha. Eh, kalau kalian penasaran bisa kok nonton di Youtube. Hari gini apa sih yang nggak bisa ditonton lewat Youtube, ya kan? Yakin deh, kalian bakal senyam senyum sendiri atau mungkin malah nangis melihat tingkah laku anak kecil ketika disuruh belanja sendiri.

Gambar dari Pixabay

Semalam, acara ini menampilkan tokoh bernama Yuta. Ceritanya Yuta udah gedhe dan mempunyai 2 orang anak. Yuta menjadi dokter di salah satu klinik di pulau yang jauh banget dari Tokyo. Nah, penonton diajak flashback waktu Yuta berusia 5 tahun. Yuta (5th) dan adiknya (3th) disuruh ibunya membeli bahan untuk makan malam. Yuta disuruh membeli wortel, kari, dan sayuran. Sedangkan adiknya disuruh membeli bunga 1 ikat. Ibunya memberi dompet yang berisi uang ke masing-masing anak yang dikalungkan di leher.

Petualangan Yuta dan adiknya dimulai. Mereka berdua berjalan bergandengan tangan menuju supermarket. Kalau adiknya lepas dari gandengan, Yuta bakal teriak-teriak. Dari arah berlawanan, mereka berpapasan dengan anak SMA. Yah, semacam bubaran sekolah gitu ya. Melihat jumlah anak SMA yang banyak (padahal ya nggak banyak banget), mereka sembunyi di bawah pohon. Lucunya, Yuta pengen melindungi adiknya. Makanya Yuta ngambil batu kecil yang dilemparin ke anak SMA tadi. Yuta tuh melemparnya lucu banget kayak ngglundungin kelereng gitu. Hahahaha, kocak deh.    

Di acara ini pasti ada adegan anak kecil menyeberang jalan. Mereka kalau menyeberang memperhatikan lampu merah, lalu tengok kanan-kiri sambil mengangkat salah satu tangan. Karena displin berlalu lintas di Jepang sangat tinggi, kayaknya hal ini nggak masalah ya buat mereka. Anak-anak bisa menyeberang dengan aman. 

Ketika sudah di supermarket selalu ada kehebohan yang terjadi. Kadang anak-anak belanja melebihi yang diperintahkan atau mereka malah berantem mau beli apa. Anak-anak ini hebat lho. Mereka mengambil keranjang belanja sendiri. Kalau nggak bisa ambil, mereka minta bantuan pegawai toko. Mereka ke kasir, menyerahkan dompet lalu memasukkan kembali uang kembalian.

Saat pulang inilah kadang ada drama yang bikin haru. Anak-anak yang semula berangkat tasnya ringan menjadi berat karena berisi barang belanjaan. Tak jarang mereka ada yang kecapekan dan istirahat berkali-kali di jalan. Kalau saking beratnya, mereka biasanya menyeret tas belanja. Tentu saja hal ini bikin tas tersebut rusak dan barang belanjaan ada yang rusak atau sobek. 

Nah, Yuta ini membawa belanjaan sendiri karena adiknya juga sibuk membawa bunga. Bawaan mereka cukup berat tapi dengan penuh semangat mereka pengen segera pulang. Tapi namanya anak kecil, ketika melihat temannya main mereka pun pengen main. Dalam perjalanan dari supermarket ke rumah, Yuta dan adiknya nggak langsung pulang. Mereka bermain dulu ke bukit bersama teman-temannya. Setelah itu, mereka mampir ke sebuah toko cuma untuk main ayunan. Yuta dan adiknya gantian mengayun. So sweet banget deh adegan ini. 

Singkat cerita, mereka sudah sampai rumah. Si ibu sudah menunggu dari tadi dengan agak cemas karena mereka belanja selama 2 jam. Ibunya terharu ketika melihat Yuta dan adiknya bisa belanja sendiri dengan baik.

Eh, tapi ketika dicek kok dompet adiknya nggak ada. Ke mana ya dompetnya?

Lalu si ibu mengajak Yuta dan adiknya napak tilas sepanjang perjalanan pulang. Mereka ngecek di sela-sela pohon dan di jalan. Kali aja jatuh di situ kan. Yuta bilang kalau tadi main ayunan dulu. Setelah dicek ternyata dompetnya ketinggalan di ayunan. Ibunya Yuta ingin mengajarkan kepada anak-anaknya untuk bertanggung jawab dan menghargai uang meskipun uang kembalian tersebut jumlahnya sedikit. Hebat, ya. 

Oia, melihat kisah Yuta, saya jadi ingat sama mba Weedy Koshino. Kompasianer yang menikah dengan orang Jepang dan tinggal di Jepang. Mba Weedy juga penulis buku Unbelievable Japan. Beliau juga mempraktikkan hajimete no otsukai kepada anaknya. Cerita ini ditulisnya pada hal 135. Tentu saja mba Weedy melakukan bersama suaminya, nggak ada kru teve dan kamera. 

Cerita Mba Weedy di buku Unbelievable Japan

Mba Weedy dan suami mengawasi anak mereka dari kejauhan. Biar nggak dikenali, mereka memakai masker dan kaca hitam. Gerak-gerik ini dilihatin banyak orang karena agak mencurigakan. Saat di super market kayaknya para pegawai banyak yang tahu kalau si anak sedang menjalankan tugas. Untungnya anak Mba Weedy sukses menjalankan tugas. Mba Weedy sampai menangis begitu anaknya sudah di rumah. Beliau teringat perjuangan anaknya saat istirahat dan belanja sendiri. 

Acara hajimete no otsukai bagus banget ya. Hm, saya ngayal nih. Mungkin nggak ya hal ini bisa dicontoh di Indonesia? 

Misalkan pengen nyoba kayak Mba Weedy, gampangnya nyuruh anak belanja di warung dekat rumah. Kalau misal agak jauhan kan ngeri gimana nanti nyeberangnya. Kalau mau ekstrem misal belanja di minimarket, pasti takut kalau terjadi hal-hal yang tidak diingankan pada anak tersebut. Bisa jadi, orangtua yang mengawasi anak dengan menyamar malah dianggap penculik. Hahahaha, susah ya. 

Tapi kalau ada tim dari teve sih kayaknya mereka akan bertindak profesional dan melindungi anak kecil. Jadi kira-kira ada stasiun teve yang mau nyontoh program ini nggak ya?   

4 comments

  1. kalau di Indonesia agak was-was pasti ya, mau nyebrang pengendara motor pasti gak ada yang mau berenti, disuruh pergi sendiri takut ada yang nyulik, tetep harus diawasi ya

    ReplyDelete
    Replies
    1. Yup, bener banget Mba. Parno juga ya jadinya.

      Delete
  2. mau nanya dong mbak, kalo di jepang ada acara tv yang sejenis dengan hajimete no otsukai kah? kalo ada apa ya nama acaranya?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Maaf, Mba Raras, cerita saya tentang hal tersebut ada di teve kabel. Waktu tinggal di Jepang, saya nggak nonton teve karena nggak mudeng bahasanya.😂 Jadi nggak tahu acara teve di sana apa saja.🙏

      Delete